Aku tidak tahu. Kekosongan itu mudah muncul membunuh
mimpi-mimpiku. Harapan yang telah aku bangun dengan kenyataan, berubah layak binatang
terkutuk yang bermimpi bisa mengapai angkasa. Ya persis, aku tidak mengetahui
tujuan setelah bisa terbang. Seperti yang pernah aku katakan, aku membenci masa
depan. Dan itu tidak salah. Aku tidak menyalahkan apapun, termasuk kebencianku
pada hari esok.
Sesal? Kau kira aku seidiot jalang yang menangisi
hal yang telah berlalu? Tidak! Sama sekali tidak. Aku tidak punya waktu untuk
menangisi apapun yang telah terjadi. Meskipun terkadang air mata ini mengalir
begitu saja di kala sunyi. Sesuatu yang aku cintai juga adalah sunyi. Tapi bukan
sunyi yang sendiri. Setiap hari adalah sendiri. Aku melakukannya untuk diriku
sendiri. Dan semua jelas, dalam kenyataan hanya untuk menyendiri menanti
misteri dari Tuhan. Oh, betapa Maha Seni Tuhan yang telah dihadiahkanNya pada
hari-hariku.
Kemuculan beragam senyum, dan berlalu sebanyak
kebencian mereka yang merasa paling benar. Seakan benar-benar bisa mengerti
dirinya sendiri dan dunia. Seperti mengurangi tanda tanya, demi pantasnya aku untuk
dibenci. Salah besar! Aku tidak pernah mengundang kebencian, jika bukan karena pengertian
memanusiakan manusia. Andai saja aku bukan manusia, tentu pula aku akan
berkata, percuma kau sembahyang dan mengaji.
Sejauh apapun yang disaksikan hari ini, semua adalah
cermin dari kenyataan. Seindah apapun lautan di siang hari, tetap akan menjadi
misteri panjang untuk malam-malamnya. Aku bercerita tentang seburuk apapun
peristwa. Aku juga mengisahkan betapa gelapnya kamarku. Dan sekalipun begitu,
tetap saja aku syairkan keindahan untuk semua kegelisahan. Sebab aku mencintai
hari ini, waktu ini, hidup ini, dan juga seni-seni Tuhan.
Bandung, 18 Maret 2015
1 komentar
Keren ya tempatnya :D
ReplyDelete