Samudera Air mata

By Unknown - 2:08 am

Dari seberang, aku menatap perahu di ujung dermaga danau. Bersiap akan berlayar, tanpa memberi lambaian tangan. Aku cukup terdidik, tidak mengigau, dan bahkan mungkin tidak penting. Tapi memang dasarnya cinta, mengapa pula harus terjun ke air. Padahal aku sadar, tidak akan mudah berlari di dasar danau. Apalagi dengan semak para penghuninya.
Tidak terbayangkan sebelumnya, berjuta kegilaan mudah terjadi setiap saat. Aku mencoba bermain teka teki, tapi diperdaya oleh logika. Tepat, persis bongkahan es yang meleleh dalam tumpukan salju. Semakin jauh, kemudian merubah gelisah menjadi sesal. Aku menyesal telah mengutuk batinku sendiri. Seolah tidak ada kecerobohan melebihi jalang sialanku.
Di lain waktu, banyak harap yang perlahan menjerit. Seakan aku yang memperkeruh dunia, dan selalu dianggap pembatas di penjara bumi. Padahal nyatanya, manusia memang dilahirkan demi keterbatasan. Hanya bisa mengadu jejak pada keresahan, dan mengimbangi masa di kemudian hari. Biar begitu, aku masih enggan bersahabat dengan masa depan. Entah sebab jeritan itu yang terus membuatku gemetar.
Perahu itu semakin menjauh. Kemudian dia berhenti di tengah-tengah danau. Aku tidak ingin terjebak, apalagi dimainkan dingin yang terlalu sesak. Jiwaku memaki hasrat, jasadku melemah seiring beku. Aku menggigil, melebihi tanda-tanda maut yang mendekat. Sebelum jauh terseret ke lautan, aku biarkan air mata ini menjadi samudera.
Agar tujuanmu setelahnya adalah aku...

Bandung, 13 November 2014 

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar