Sedang
seru-serunya membaca koran pagi, terlalu banyak berita menarik yang memanjakan
mata. Seorang wanita muda tak dikenal datang menyapa. Dari gaya pakaian yang
dikenakan, aku menebak usianya masih di bawah 20 tahun. Kemeja kotak-kotak
hijau, dengan menenteng tas ransel biru tua. Betisnya terlihat telanjang, sebab
ia hanya mengenakan celana pendek selutut. Pesona parasnya pun lumayan manis,
cukup membuatku kegalapan salah tingkah.
“Iya,
selamat pagi. Ada keperluan apa, ya?” ucapku setelah menyambut sapanya.
“Saya
dari majalah kampus, ingin mewawancarai Bapak,”
“Kamu
ambil jurusan jurnalistik?”
“Bukan,
Pak. Saya dari Fakultas Ekonomi,”
“Saya
tidak tanya fakultas, kamu jurusan apa?”
“Akuntansi,
Pak,”
“Semester
berapa?”
“Tiga,”
“Jadi
kenapa kamu wawancarai saya?”
“Disuruh oleh senior saya di majalah kampus,”
“Siapa
senior kamu? Majalah kampus apa?”
“Lho?
Kok Bapak nanyai saya terus?”
“Kamu
kenapa balik tanya?”
“Karena
saya bingung, saya mau mewawancarai Bapak, kenapa saya yang sekarang diwawancara?”
Aku
memamerkan gigi, ia pun semakin bingung. Sejenak, aku melihat dahinya sudah
sedikit basah karena keringat. Ah, siapa suruh berdiri di bawah matahari yang
baru terbit. Atau mungkin ia percaya, kalau matahari pagi itu menyehatkan. Ya,
aku juga percaya.
“Kamu
tidak kepanasan?”
“Lumayan,
Pak,”
“Terus
kenapa berdiri? Mending kamu duduk,”
“Duduk
di mana?”
“Di
sini, di samping saya,”
“Memangnya
boleh?”
“Boleh
dong,”
“Ntar istri Bapak marah,”
“Nggak,
saya belum punya istri,”
“Kenapa
tidak menikah?”
“Saya
nungguin kamu siap,”
Suasana
hening sesaat, aku meraih kopi di meja, lalu menyeruputnya.
“Pak,
saya pamit dulu, ya. Selamat pagi,”
“Kenapa?
Tidak jadi wawancara?”
“Sudah,
Pak, tadi,”
“Kapan?”
Ia
tidak menjawab, bayangannya sudah keluar dari halaman rumahku. Selepas hari
itu, sejatinya aku sudah lupa dengan kejadian ini. Namun beberapa minggu kemudian, aku
tergelak sendiri membaca judul salah satu kolom koran paginya.
‘Kesetiaan Sekejap, bersama: Bapak Nazri’
(*)
Bandung, 27 Januari 2014
***
BLOG MINGGU INI:
Sembari
menunggu azan isya, mendadak facebook menyapa saya dengan satu pemberitahuan
baru. Kebetulan tidak saya abaikan, tanpa penasaran juga saya untuk melihatnya.
Oh, FLP Aceh menge-tag nama saya di grub. Tidak harus timbul pertanyaan pula dalam
hati, sebab saya juga ingin tahu berita atau informasi yang sedang berlangsung
di sana. Hehehe, saya tersenyum sendiri, ada foto saya lagi galau lengkap
dengan alamat blog kece ini.
Setelah
menyaring maksud dan tujuannya, saya sebenarnya tambah bingung. Walaupun tidak
luput di dalam hati saya bersyukur dan bangga, sebab saudara saya yang jauh di
sana masih mengingat saya. Berkali-kali saya ingin berucap terima kasih, namun
saya rasa tidak akan pernah cukup ‘kata-kata’ untuk melunasinya. Saya tahu, FLP
Aceh cukup memberi saya dukungan di dekapan keluarganya. Makanya saya sungkan,
terlebih-lebih saya sudah tidak bisa menyempatkan diri lagi di Rumcay semenjak
pertengahan tahun lalu.
Ya
sudahlah, nanti kita bahas tentang saya dan FLP. Sekarang saya hanya ingin
meminta pendapat teman-teman tentang metode saya dalam mengarang. Sebab, saya
sebenarnya masih sangat bingung untuk menyusun sebuah cerita yang menarik itu
bagaimana. Ditambah lagi, saya termasuk anak muda tampan yang fakir ide. Maka
sebelum mengarang, saya sering membuat kerangkanya dahulu. Meskipun banyak yang
menganggap metode ini memakan banyak waktu, tapi bagi saya ini justru
menghematnya.
Pertama,
saya langsung memulai paragraf awal tanpa peduli tema apa yang akan saya
angkat. Membiarkanya mengalir hingga jemari saya menginjak tombol enter. Nah,
setelah itu, tanpa perlu saya komando, susunan huruf pun berjalan dengan
sendirinya. Tidak pernah saya pikirkan endingnya, tidak juga saya khawatirkan
alur ceritanya. Karena saya baru membuat kerangka, belum membuatnya dalam bentuk
cerpen. Dan sungguh, biasanya membuat kerangka seperti di atas tadi hanya meluang waktu
sekitar 2-5 menit. Itu sebabnya, mengapa
nama saya banyak nyasar di buku antologi flash fiction (FF).
Bagaimana
menurut teman-teman?
11 komentar
Nggak tau mau komen apa soal menulis. Yang penting menulis terus eeaaa :D
ReplyDeletehahaha, emang itu niat dasarnya Kak, yang penting nulis.. :-d
DeleteYa zri. Saya juga komentarin post ini selagi melewati zebra cross di depan kantor.. Ups
ReplyDeleteYa zri. Saya juga komentarin post ini selagi melewati zebra cross di depan kantor.. Ups
ReplyDeleteSaya juga balas komen ini sepulang dari kantor.. :-s
Deletewah keren kak. patut di contoh cara mennulis kakak. oia kalau boleh tau alamat rumah cahaya sekarang dimana ya???
ReplyDeletekalau soal nulis jangan contoh ke saya, mending beli buku terbaik yang menurut awak keren, lalu pelajari cara nulis si penulis buku keren itu. kalau ikuti saya, resikonya besar 8-)
Deleteataupun bisa datang ke Rumcay yang masih belum pindah,
di jalan tgk chik di pineung IX no.09 kampoeng pineung - Banda Aceh (kode pos nggak tahu)
Omen, udah gombal sekarang bang, wkwkwkwk...
ReplyDeleteBtw aslan pernah baca satu buku tentang cara menulis yang baik. Di situ malah dibilang kalau kita ingin buat cerpen, kita harus tahu akhirnya gimana. Tapi aneh juga ya, karena kalau novel2 seri begitu kan biasanya memang penulisnya belum pikirin ending ceritanya..
btw, nice cerpen! :D
itulah aslan gak liat orangnya gimana, macem penyanyi dangdut tau.. :>)
Deletekalo menurut aku, daripada mikirin ending, lebih bagus kita mikirin konfliknya. nah, dikonflik akhir, di situlah endingnya.
baca buku yg banyak ajha....
ReplyDeleteoh ya bagus kog gaya menulisnya....optimis!
hehehe..
DeleteMakasi :)