I Will Survive

By Unknown - 6:25 am

Sudah saatnya kini, aku menutup mata mengumpulkan energi pada hari. Sembari meredam amarah, emosi yang menguak tajam kebisingan hidup seiring langkah. Jemari bergetar, jantung berdetak, rasio meresapkan angan yang jauh berlalu. Tidak ada tempat aku bersembunyi, habis sudah harap yang melepas perih di hadapan waktu. Semua terlewati, tatkala jatuh, nafas tetap bisa aku nikmati. Bukan lagi sejenjang hari tangkas yang pernah terjadi, juga kehadiran cahaya di sudut kamar yang redup. Aku berjuang untuk hidup, kawan!
Berlalu seiring waktu dari janji-janji kosong. Begitu cepat, sebelum hampa nafas di dalam dimensi yang terus menyongsong. Seperkasa jubah gelap di pijakan embun dusta, mata cukup luas mengingat pandangan cinta. Aku masih tenang, kawan! Semeskipun dalam ruang kezaliman yang mengajarkan ini. Dalam percik-percik licik para pecundang, pernahkah kau bermimpi tentang bertahan? Aku akan tersenyum saat kau menunduk.
Seusia labil, aku pernah berlari diburu kenyataan. Orang-orang dewasa tertawa, teman-temanku menghardik tak percaya. Keluarga, aku masih berpikir mereka ada di pihakku sejauh ini. Sebab yang terjadi bukan di antara milik atau siapa yang lebih kuat di masa wayang-wayang terhebat. Aku cukup peduli untuk dia, mereka, dan juga kalian, termasuk kau yang saat sedang sibuk dengan yang kau miliki kini. Aku? Sama sekali tidak ingin menyangkal pernah berdiri di posisi yang sama. Bahkan sampai kau buta untuk menyaksikan saat aku bertahan di sana.
Dunia masih seperti kemarin, sebelum kau mengerti. Rasa-rasa yang pernah aku tuangkan dengan nikmat kebesarannya. Kau paham? Aku memetik bintang untukmu dari dataran surga. Walaupun kau tidak percaya, aku telah mengarungi lautan neraka yang paling dihantui manusia. Dari zaman ke zaman, akan banyak beban yang sama di setiap jerit-jerit ketakutan. Belumkah kau menyadari? Aku menyembunyikan perih untuk kau ketahui. Sebisanya, aku menutup mata jika masih tetap kau tidak percaya.
Serapat apapun sela yang bisa aku nikmati. Bukan lagi beban yang menjadi penguasa diri, masih ada jiwa yang selamatkan mimpi. Ketika aku diselimutkan petaka yang sukar disingkirkan, jiwa-jiwa bernyanyi menantang hari esok. Aku percaya, siapapun pasti percaya jika saja ada di mata pemilik bahagia. Selalu akan dikabarkan cinta untuk bisa bersandingkan jiwa. Tanpa harus membagikan kelas kesanggupan, jiwa akan menjawab cahaya di ambang waktu kehidupan. Kawan, aku menyayangi segala apapun yang bisa kunikmati kini.
Sejenak aku ingin mengenang, sekedar sejarah saat menaklukan misteri. Aku pikir berubah, roda yang mengimbangi gelap menangkap cahaya. Sangat menakutkan yang dia punya, aku tersenyum kemudian memeluknya dengan dekap ksatria. Tidak perlu dipandang pahlawan, karena aku justru datang sebagai penyihir. Titik sempurna tanpa kebencian kemudian, sebelum semua berlalu dengan tanya-tanya rasa. Aku digambarkan cinta, sinar dilukis keindahan jiwa dalam perang panjang. Sedikit pun angkuh tidak menyapa, tanpa batas aku melepaskan bebas pergi atau terbang.
Kawan, apapun yang kau miliki kini, aku bangga bisa menangkap waktuku sendiri. Aku cukup menikmati jerit redam yang aku lakoni. Semangat-semangat terlalu dalam dari jauh harap di sampingku kini. Aku menyambut segila manusia merebut ketakutan yang tak pernah ada. Setiap hari yang mencairkan waktu dengan kegelisahan. Dalam detiknya aku bertahan menantang akhir, meskipun kau tidak melihat senyum banggaku di atas singgasana. Respect! 


Bandung, 01 Desember 2013

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar