Sudah
saatnya kini, aku menutup mata mengumpulkan energi pada hari. Sembari meredam
amarah, emosi yang menguak tajam kebisingan hidup seiring langkah. Jemari
bergetar, jantung berdetak, rasio meresapkan angan yang jauh berlalu. Tidak ada
tempat aku bersembunyi, habis sudah harap yang melepas perih di hadapan waktu.
Semua terlewati, tatkala jatuh, nafas tetap bisa aku nikmati. Bukan lagi
sejenjang hari tangkas yang pernah terjadi, juga kehadiran cahaya di sudut
kamar yang redup. Aku berjuang untuk hidup, kawan!
Berlalu
seiring waktu dari janji-janji kosong. Begitu cepat, sebelum hampa nafas di dalam
dimensi yang terus menyongsong. Seperkasa jubah gelap di pijakan embun dusta,
mata cukup luas mengingat pandangan cinta. Aku masih tenang, kawan! Semeskipun
dalam ruang kezaliman yang mengajarkan ini. Dalam percik-percik licik para
pecundang, pernahkah kau bermimpi tentang bertahan? Aku akan tersenyum saat kau
menunduk.
Seusia
labil, aku pernah berlari diburu kenyataan. Orang-orang dewasa tertawa,
teman-temanku menghardik tak percaya. Keluarga, aku masih berpikir mereka ada
di pihakku sejauh ini. Sebab yang terjadi bukan di antara milik atau siapa yang
lebih kuat di masa wayang-wayang terhebat. Aku cukup peduli untuk dia, mereka,
dan juga kalian, termasuk kau yang saat sedang sibuk dengan yang kau miliki
kini. Aku? Sama sekali tidak ingin menyangkal pernah berdiri di posisi yang
sama. Bahkan sampai kau buta untuk menyaksikan saat aku bertahan di sana.
Dunia
masih seperti kemarin, sebelum kau mengerti. Rasa-rasa yang pernah aku tuangkan
dengan nikmat kebesarannya. Kau paham? Aku memetik bintang untukmu dari dataran
surga. Walaupun kau tidak percaya, aku telah mengarungi lautan neraka yang
paling dihantui manusia. Dari zaman ke zaman, akan banyak beban yang sama di
setiap jerit-jerit ketakutan. Belumkah kau menyadari? Aku menyembunyikan perih
untuk kau ketahui. Sebisanya, aku menutup mata jika masih tetap kau tidak
percaya.
Serapat
apapun sela yang bisa aku nikmati. Bukan lagi beban yang menjadi penguasa diri,
masih ada jiwa yang selamatkan mimpi. Ketika aku diselimutkan petaka yang sukar
disingkirkan, jiwa-jiwa bernyanyi menantang hari esok. Aku percaya, siapapun
pasti percaya jika saja ada di mata pemilik bahagia. Selalu akan dikabarkan
cinta untuk bisa bersandingkan jiwa. Tanpa harus membagikan kelas kesanggupan,
jiwa akan menjawab cahaya di ambang waktu kehidupan. Kawan, aku menyayangi
segala apapun yang bisa kunikmati kini.
Sejenak
aku ingin mengenang, sekedar sejarah saat menaklukan misteri. Aku pikir
berubah, roda yang mengimbangi gelap menangkap cahaya. Sangat menakutkan yang
dia punya, aku tersenyum kemudian memeluknya dengan dekap ksatria. Tidak perlu
dipandang pahlawan, karena aku justru datang sebagai penyihir. Titik sempurna
tanpa kebencian kemudian, sebelum semua berlalu dengan tanya-tanya rasa. Aku
digambarkan cinta, sinar dilukis keindahan jiwa dalam perang panjang. Sedikit
pun angkuh tidak menyapa, tanpa batas aku melepaskan bebas pergi atau terbang.
Kawan,
apapun yang kau miliki kini, aku bangga bisa menangkap waktuku sendiri. Aku
cukup menikmati jerit redam yang aku lakoni. Semangat-semangat terlalu dalam dari
jauh harap di sampingku kini. Aku menyambut segila manusia merebut ketakutan
yang tak pernah ada. Setiap hari yang mencairkan waktu dengan kegelisahan.
Dalam detiknya aku bertahan menantang akhir, meskipun kau tidak melihat senyum
banggaku di atas singgasana. Respect!
Bandung, 01 Desember 2013
0 komentar