Tentu saja kita semua tidak ingin
praktek korupsi itu menjadi benar-benar abadi di negeri ini. Tapi mari kita
bercermin sebelum menyalahkan orang, memberantas perlakuannya, hingga berteriak
sekencang-kencangnya untuk aksi hukum mati untuk para koruptor. Maksud saya,
apakah kita sudah benar-benar bebas dari perbuatan kotor itu?
Bayangkan ketika Anda ingin menjadi
salah satu pegawai di perusahaan ternama, lalu seseorang datang menawarkan Anda
jaminan bisa langsung bekerja di sana dengan bantuannya. Tidak perlu saya
mengatakan bayaran yang mahal, karena Anda akan merasa berat dan akan langsung menarik
garis merah bahwa ia adalah koruptor. Saya cukup menawarkan upah Rp.10.000, Anda
akan menjadi salah satu karyawan. Bagaimana? Saya yakin Anda pasti menerima
tawaran itu. Karena hanya membayar Rp.10.000 untuk modal Anda menjadi karyawan
dengan gaji bulanan jutaan rupiah.
Sekarang, coba Anda tanyakan pada
hati kita sendiri. Pernahkah kita terlibat dalam korupsi? Baik itu saat
membayar pajak, melamar pekerjaan, mendaftarkan anak di sekolah unggul, atau
bahkan saat Anda membagikan jatah makanan pada anak, istri, suami, teman atau
orang tua. Mencuri dan korupsi berada di tempat yang sama, sama-sama mengambil
hak orang lain. Lalu apa yang Anda lakukan ketika mengendarai motor di jalan,
saat itu Anda terburu-buru dan mengambil jalan yang bukan hak Anda melintas. Misalnya
mengunakan jalur sebelah kanan yang seharusnya digunakan oleh pengguna jalan
yang berlawan arah dengan Anda.
Apa Anda tahu? Bahwa korupsi dapat
menghapus rasa malu pada sejatinya manusia dan juga bisa menggelapkan akal
sehat. Apakah Anda menyadari? Bahwa pelaku korupsi itu jarang mengakui dirinya
koruptor. Malah banyak yang menganggap sepele dengan mengaitkan korupsi itu
hanya bisa dilakukan oleh pejabat, atau orang mempunyai kedudukan tinggi. Saudaraku,
korupsi bukan hanya memainkan uang yang jumlahnya miliyaran atau trilyunan
rupiah. Korupsi itu bisa menciptakan koruptor dengan angka Rp 0, sekalipun. Ia muncul
di ruang tamu kita, ruang tengah, dapur, kamar mandi, bahkan di atas kasur Anda
berbaring.
Mungkin kita bisa sedikit
menyalahkan negara kita sendiri. Kenapa hukum korupsi dibeda-bedakan dengan
mencuri. Padahal secara tindakan, hal itu sama sekali tidak berbeda. Hanya saja,
masyarakat kita menilai korupsi itu lebih berkelas. Sedih sekali, saat kita
lupakan kasus Soeharto, Akbar Tanjung, Hansip komplek, pedagang kaki lima,
tukang parkir jalanan, Pak Lurah, supir angkutan, pilot, pegawai negeri dan
kita sendiri. Seperti apa alat yang bisa mencegah sindrom korupsi? Hanya satu,
yaitu tanamkan dalam dari kita nilai-nilai keislaman yang kuat. Jadikanlah diri
kita sebagai seorang muslim yang hanya takut kepada Allah, dan percaya akan
enam perkara. Percayalah wahai saudaraku, ini sangat sederhana.
Takdir
dan rejeki sudah ditentukan oleh Allah, hidup hanya sementara, semua pasti akan
mati, azab Allah sangat teramat perih dan terompet jawaban akan hadir, tentu
pasti akan hadir.
***
Bandung, 15 November 2013
7 komentar
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteOrang kaya mati, orang miskin mati, orang tua mati, anak muda mati. Semuanya mati tanpa membawa barang berharga dari dunia. Amal kebaikan juga hanya penolong sementara di alam kubur dan proses penjemputan ajal. Intinya surga atau neraka bagi kita yang hidup di dunia
ReplyDeleteSesungguhnya kematian itu pasti datang, dan pasti tiba..
DeleteBenar bang... secara tidak sadar korupsi kini sudah mendarah daging di negeri yang subur ini. Cara mengatasinya tidak lain adalah harus dari diri sendiri dan dari hari ini. Mari kita berantas Korupsi!
ReplyDeleteMenjadi seorang muslim sejati, Insya Allah!
DeleteWiih keren artikelnya...salam kompetisi..:)
ReplyDeleteSalam, terima kasih, semoga bermanfaat!
Delete