Kabar untuk Jagad Raya

By Unknown - 11:17 pm

Sudah lama memang, terlalu jauh dimakan waktu. Biarlah, namanya juga usaha. Entah itu seadanya, atau penuh keringat hingga ke gusi gigi. Intinya semangat, dihimpit doa-doa teduh sepanjang malamnya. Dari keluarga, sahabat, teman-teman, juga jiwa sendiri yang memayungi mohon. Setiap awal pasti ada akhir, begitulah kata-kata yang sering terdengar. Memaknai tapak yang melangkah, tentu akan berlabuh pada suatu tempat. Tinggi rendah, jauh dekat, dan surga atau neraka. Semua tidak mungkin berhenti, seperti waktu yang tak pernah takluk pada keresahan. Dialah jiwa, tentang jati diri yang bersemi di bawah kolong langit ini.
Kesekian dan sebatas jarah untuk hari-hari yang bebas menunggu petang. Banyak misteri soal senja, dari warna merah, kelabu, bahkan jingga. Ada di antaranya harus kembali menuai benci, meskipun asmara yang singgah sudah terlalu tua. Pernah aku mendengar orang, katanya sudah memudar. Ah, barangkali itu benar, seperti mitos yang terkadang aku juga ragu kebenarannya. Jika mengaitkan tentang cinta, aku tidak setuju. Meskipun hampir seluruh manusia di bawah kolong langit ini percaya cinta adalah sebuah perasaan. Bagiku, cinta itu hanya imanjinasi. Banyak alasan, beda kepala tentu tidak akan sama sudut pandangnya. Entahlah untuk kalian yang lebih memahami.
Kau pasti mengerti, tidak gampang hidup dalam satu tekanan. Begitu juga aku yang selalu enggan jika diminta untuk menghadiahkan nafsu pada seseorang. Maka aku tidak akan cukup hari dengan memulai hitungan angka. Bukan angka, aku tidak suka dengan bentuk susunan yang menyerupai jumlah. Tidak akan terkadar, biar mati hati sebab disakiti. Ah, lagi-lagi aku menganggap itu hanya sebuah keresahan. Terlalu berlebihan tentang sebuah ungkapan tentang cinta. Menurutku, kasih sayang itu seperti aku pada kakakku, ibuku, ayahku, adik-adikku, dan kalian wahai sahabat. Meskipun pernah terucap benci, tetapi tidak pernah ada kenyataan yang sebenarnya. Begitulah para penyair yang tidak pernah lupa pada hakekat keindahan hanyalah milik jiwa. Bukan penilaian menurut seorang juri.
Masih sukar dipahami, maka gunakan imajinasi sebagai bahasa. Inilah bahasa jiwa, tentang arah yang membawa hati untuk sebuah kebebasan. Ada perdamaian, kasih sayang, juga perjuangan yang sangat mengagumkan. Perlu dipertahankan, atas nama apa lidah berkata-kata cinta. Kau masih waras, kemudian menganggap hatiku adalah gila. Tidak ada bantahan, hanya sebuah pernyataan yang menunjukan kesehatan jiwamu yang sedang buruk. Lebih parah daripada paru-paru yang disesaki tragedi. Atau jantung seorang pendusta. Dan hari ini, aku kabarkan pada jagad raya. Aku menemukan semangat dengan caraku, jiwa dan senyum keindahan dari sebuah kepercayaan. Syukurku kepada Tuhan, dan terima kasih atas semesta! Amin.


Bandung, 26 Febuari 2014

  • Share:

You Might Also Like

2 komentar