Menjelang petang, saya
dikejutkan dengan kedatangan seseorang yang spesial dari Aceh. Jadwal yang
seharusnya untuk menikmati kopi senja seperti biasa, terpaksa harus saya tunda
dan segera bergegas ke Bandara Soekarno-Hatta. Sangat mendadak, hampir saja teman-teman
yang sudah dulu tiba di rumah mengamuk. Karena bagi saya, Doni, Adji, dan
Wawan, menikmati kopi di sore hari seolah sudah menjadi ritual wajib.
Setibanya di rumah, mereka
semua tampak murung, seakan-akan saya tampil seperti seorang pengkhianat di
dalam persahabatan kami. Apalagi Doni, ia dengan terang-terangan menunjukan
ketidaksenangannya terhadap Tania. Hampir saja saya kewalahan, bahkan sedikit
merasa tidak nyaman di halaman rumah sendiri. Padahal, kedatangan Tania
sebelumnya, kami berempat masih biasa-biasa saja, tidak ada yang menjadi
persoalan. Mungkin kali ini, saya yang sedikit keterlaluan, membiarkan mereka menunggu
di rumah tanpa mengabarinya terlebih dahulu.
Dalam suasana yang terkesan
sama-sama tidak bisa memaklumi ini, Tania tahu cara membayar atas kehadirannya
yang mengganggu ritual, yang bagi kami sangat penting itu. Gadis manis ini
membawakan oleh-oleh kopi Arabica Gayo asli dari Aceh. Saya, Adji, dan Wawan
sudah senyum-senyum sendiri, tidak sabar untuk segera mencobanya. Sedangkan
Doni, masih tetap murung meskipun kopi tersebut sudah mulai diracik oleh Adji.
“Ah, sudah nggak selera! Kopi
gituan pun,” cetus Doni di sela-sela aroma kopi yang mulai memanjakan kami.
Tania masih biasa saja,
seolah tidak ada beban dalam bergaul. Meskipun Doni sudah tampak sudah sangat
geram semenjak Tania tiba bersama saya tadi. Adji dan Wawan juga biasa saja,
setelah saya menjelaskan alasan bahwa Tania yang datangnya secara tiba-tiba. Jadi,
saya tidak sempat memberi tahu mereka terlebih dahulu. Ya, ya, kami bertiga
bisa memaklumi juga dengan tingkah Doni yang seperti kesambet jin Bali
tersebut. Soalnya dulu kita bertiga juga pernah kecewa padanya karena hal yang
hampir sama. Doni telat datang, dan ritual kopi kami pun gagal tanpanya.
“Kacau! Mending gua cabut
dari tadi!” hardik Doni lagi tatkala Adji sedang menyajikan kami kopi hasil
racikannya.
“Eh, tunggu! Ini kopi
enaknya dipakein gula aren,” sambung Tania yang sebenarnya tidak ada
hubungannya dengan ujuran Doni sebelumnya.
“Hah? Pakai gula? Hahaha!,”
kami bertiga tertawa serentak seakan mendengar lelucon penjual garam di bawah
siraman hujan lebat.
“Lho, emang kenapa?” tanya
Tania heran.
“Kita mau minum kopi, Bu! Bukan
makan gula! Ih, ogah banget kalau kopi dipakein gula gitu, mending kita minum
air jus tebu saja sekalian. Bagi kita,
diabetes itu seram banget,” sahut Wawan yang belum kelar tawanya.
“Yee, tapi rasain dulu, ini
Palm Sugar, bukan sekedar pemanis biasa,” ucap Tania yang membuat kami penasaran
dengan lanjutan kata-katanya. “Ini pemanis sehat, Bro! Banyak banget
khasiatnya!” lantang Tania yang berusaha asyik sendiri, meskipun kita masih
belum merasa tertarik untuk mencoba. Sebab kami sudah terbiasa menikmati kopi
tanpa pemanis, apalagi mengingat diabetes yang siaga menghantui.
Dalam keheninggan yang
dihanya dihiasi oleh asap harum dari kopi, tiba-tiba Doni membuka suara. Kami sedikit
heran ketika melihat tingkah Doni yang mendadak ikut menjelasi tentang gula
aren tersebut.
“Heh, Adji! Lo paling tua
di antara kita, seharusnya lo minum kopi pakai gula aren. Supaya, lambung lo
bisa ikut terjaga, meskipun minum kopi segentong sekalian,” jelas Doni yang
membuat suasana semakin akrab.
“Iya, Bang Doni, ini Sugar
Palm yang lagi tren sekarang. Belum ada pemanis sehat yang seperti ini.
Palingan juga cuma asal sehat, bahannya kimia semua,” sambung Tania membenarkan
Doni, seolah mereka tampak semakin akrab.
“Hahaha, kalau Sugar Palm
sih, kayaknya nggak. Soalnya istri gua yang paling anti yang namanya bahan kimia
juga pakai itu untuk buat kue,”
“Kalau Sugar Palm, saya
berani jamin, Bang Doni! Aman, deh, buat apa saja,” tegas Tania dengan semangatnya.
Saya, Adji, dan Wawan, kami
merasa seperti pendengar yang bijaksana dalam obrolan mereka berdua. Ya, tanpa
harus ikut-ikutan mereka membanggakan Sugar Palm, kita bertiga juga sudah
membubuhi kopi dengan Sugar Palm yang katanya pemanis sehat itu. Dan nyatanya,
sama sekali tidak mengurangi citra kopi kami yang nikmati di ritual petang ini.
Jakarta,
23 Januari 2014
7 komentar
Plam sugar y? Jadi pengen coba :)
ReplyDeletejejaklakon.blogspot.com
hahaha,
Deletekabarnya juga Sugar Palm bisa nambahin nafsu makan =p~
Ayo!! Biasakan diri dengan yang sehat-sehat!!
Terima kasih sudah turut menyemarakkan Lomba Blog Peduli Pemanis Sehat
ReplyDeleteArtikel sudah tercatat sebagai peserta
Terima kasih, Mas :>)
DeleteOke oke
ReplyDeletemakasi infonya..
segera ke TKP
(o)
ya ampun.. ujung2nya promosi -_-
ReplyDelete:d
DeleteIni pemanis sehat aslan,
Mau cobain?