Belum
juga tercapai satu harapan, meski sudah ribuan kali disentuh kenyataan yang
harus berucap syukur. Banyak yang nyalahkan, tidak juga sedikit membenarkan. Saya tidak tertarik, atau belum ada yang pantas untuk
diterimakasihkan. Sangat jauh, sungguh tidak dekat dengan yang ingin saya raih.
Barangkali ada ia di antara gugusan bintang yang diselimutkan awan. Saya ingin
ke sana. Harus dan segera.
Berawal dari membuka
lembaran baru, karena yang lama terlalu banyak kata tidak mungkin. Ya, tidak
mungkin dan kurang yakin. Atau belum mampu saya jabarkan. Baik dalam cerpen,
apalagi novel. Ataupun opini, artikel, lebih mudah lagi puisi. Oops, ada yang
lebih mudah, status facebook. Oh tidak, saya belum pernah menulis status di
facebook hingga hari ini. Sudahlah, terlalu panjang saya mengalih. Semua ini
juga tidak ada pentingnya saya tulis. Tapi setidaknya, sedikit kalimat untuk
mengotori naskah. Benar, naskah kusam yang belum terobati oleh rasa sakit diri
sendiri. Tidak ada yang bisa saya tulis.
Punya
derita di saat hari yang belum cukup merasa nyaman dicairkan. Sudah beku ia
dalam jelmaan setetes senyum di setiap pagi. Meskipun pagi jarang saya bertemu
dengannya. Oh pagi, temuilah saya selepas subuh. Agar kita bisa bercanda
sebelum waktu makan siang. Eh, sekarang masih ramadhan. Sebaiknya pada pagi 1
Syawal kita harus bertemu. Amin.
Ada
gunanya sebait dalam lingkar tempat saya bersandar. Cukup banyak, lebih dari
sekadar mengayomi buah yang siap dipanen di kemudian hari. Sangat bersinar ia
dari satu sisi yang belum ada sepasang mata pun melirik. Jangan ada yang
melihat, karena ia milik generasi sesudah saya. Seperti cara saya menitipkan
hari ini pada sepenggal kanvas. Bukan surat, hanya sebuah kata untuk saya
membaca.
Sekarang,
bolehkah saya tertawa? Karena saya belum masih tahu mau menulis apa. Siapa tahu
setelah ini saya mampu mengarang cerita. Kisah-kisah lebih indah dari 'Samurai
Jepang Bersarung Rencong Aceh'. Atau lebih misteri dari 'Kopi Pancung Secincin
Sumur'. Sekarang saya benar tertawa, karena berhasil membuat dua tajuk judul
sekaligus. Iya, 'Samurai Bersarung Rencong' dan 'Kopi Sepancung Cincin Sumur'.
Entahlah, ternyata saya masih bingung dengan alurnya. Apalagi dengan postingan
ini. Sungguh, saya mulai tidak mengerti. Entah mengapa saya begini.
Tolong!
Siapa pun Anda, beri saya jalan untuk menembus penggalan kisah. Baik kisah
saya, maupun cerita Anda yang mengantongi tawa. Saya hanya ingin berbahak
lepas. Sebelum saya biarkan catatan 'Sepenggal Kata Kepada Hari' ini bertingkah
lebih liar lagi.
Lhokseumawe, 3 Agustus 2013
#PenaKamiTidakPuasa
#PenaKamiTidakPuasa
2 komentar
Maaf Lahir batin ^_^ (sebelum 1 syawal)
ReplyDeleteMohon maaf segala kesalahan saya, lahir dan batin juga :>)
Delete