Danau Baba Dan Pulau Grosir

By Unknown - 5:31 pm

Seraya menunggu umpan pancing disentuh ikan, Baba mengisi waktunya dengan bernyanyi. Biarpun suaranya tidak lebih merdu dari mesin diesel. Namun vokal Baba sudah cukup membuat permukaan sungai riuh dengan makhluk-makhluk air yang berunjuk rasa. Mereka menuntut kebijakan lurah agar segera membangun pabrik kimia di pinggir sungai.

Bagi makhluk-makhluk air itu, lebih baik mati meminum limbah kimia daripada harus mendengar nyanyian Baba. Namun sayang, saat itu lurah sedang sibuk mengurus e-KTP di kantor kecamatan. Maka kepala suku makhluk air pun terpaksa memilih salah satu demonstran untuk menjadi tumbal di kail pancingan Baba. Dan akhirnya, nahas berpihak pada seekor ubur-ubur, ia terpilih sebagai tumbal secara independen.
“Wah, akhir dapat juga!” Seru Baba sembari menggulung katrol pacingannya yang terasa dihentak.
Ubur-ubur yang dari awal menolak menjadi tumbal, masih saja berusaha menyelamatkan diri. Walaupun saat itu, lengkungan kail sudah tertancap keras di lehernya. Ia terus meronta dan berteriak sambil mengibarkan bendera merah yang berpampang wajah Cheh Guevara.
“Kami butuh keadilan! Stop global warming! Save earth! Hidup revolusi dunia air!” Sorak ubur-ubur sembari mengumpal tangan pada rekan-rekan sebangsanya.
Baba yang tidak mengerti soal revolusi, apalagi global warming pun semakin bersemangat mengulung katrol. Pikirnya ini adalah tangkapan yang besar, karena sensasi strike yang dialami Baba sudah seperti sedang ber-wakeboard ria di Bali.
“Luar biasa! Mantap!” Takjub Baba mengancungkan jempol.
Setelah sekian lama mengulung-ulur benang. Akhirnya tampaklah kail yang sedang menyeret paksa seekor ubur-ubur yang mirip kantung plastik berlendir. Seketika itu juga batinnya melemas, seolah rasanya seperti diberi harapan palsu. Maka dengan penuh kecewa, Baba pun menghentak jorannya ke udara.
“Hoop! Ubur-ubur jahanam! Berani sekali kau mempermainkanku!” Geram Baba ketika melihat hasil pancingannya.
“Woi! Kau yang lebih jahanam! Kau telah melecehkanku!” Bantah ubur-ubur yang tak terima disalahkan.
Sontak Baba terkejut, baru kali ini ia melihat seekor ubur-ubur yang bisa berbicara. Batinnya bertanya-tanya, ini ubur-ubur atau Squidward tetangganya Spongebob. Soalnya, ubur-ubur ini mempunyai hidung menyerupai belalai gajah.
“Siapa kau? Kenapa pula bisa bicara?” Tanya Baba heran.
“Ah, macem nggak pernah nonton Indosiar saja kau.” Sahut ubur-ubur mencoba merendah.
“Sumpah, serius! Siapa kau? Apakah kau berasal dari Bikini Bottom? ” Baba semakin penasaran dan sok tahu.
“Bah! Tahu Bikini Bottom juga nya kau. Itu kan tempat lahirku.” Jawab ubur-ubur sambil menyodorkan KTP untuk meyakinkan Baba.
“Halah! Siapa pun kau, tetap saja kau telah membuatku kecewa. Sudah seharian aku memancing, masa hanya dapat ubur-ubur aneh sepertimu.” Keluh Baba yang merasa sedih dan kesal.
Kemudian perlahan Baba termenung di pinggir sungai, sambil meratapi rejekinya yang sudah mulai surut dari hari ke hari. Wajahnya yang lebih jelek dari Abu Jahal, semakin menglengkapi derita hidupnya yang di bawah garis kemiskinan. Cita-citanya yang ingin meminang anak Pak Camat pun seakan hanya sebatas angan-angannya ketika buang air besar. Sungguh, itu membuat ubur-ubur ajaib tersebut merasa iba, walaupun ia sedikit tersinggung karena dikatain aneh.
“Sudahlah, jangan bersedih. Dunia akan lebih bermakna jika kau bersyukur.” Nasehat ubur-ubur mencoba menghibur.
“Heh, bengak! Kau hanya ubur-ubur sial yang disengat kail pancingku. Jadi, jangan sok bijak lah!” Cetus Baba yang mulai tak senang diceramahi makhluk serendah ubur-ubur.
Mendengar itu, ubur-ubur terdiam sejenak. Sepertinya Baba membutuhkan seorang motivator selevel Mario Teguh. Namun sayang, ubur-ubur lupa menge-save nomor Pak Mario ketika menghadiri Golden Ways di negeri air. Maka tanpa pikir panjang, ia pun meraih sesuatu dari saku yang terdapat di dadanya.
“Ini, bacalah! Baca! Kau akan lebih menghargai arti hidup.” Seru ubur-ubur sembari menyodorkan buku karangan Merry Riana yang didapatnya dari hadiah lotre di snack Chiki.
“Idih! Kau suruh pula aku baca buku begituan. Baca SMS saja kadang aku malas.” Ucap Baba dengan sedkit angkuh.
Karena merasa kurang dihargai, ubur-ubur akhirnya beranjak dari hadapan Baba. Langkahnya yang pelan lantaran ubur-ubur tak berkaki, menyulut geram Baba memuncak. Seakan risih dengan gerak lamban bak suster ngesot. Akhirnya Baba bangkit lalu menendang si ubur-ubur hingga kembali lagi ke dalam sungai. Namun, mendadak bumi bergetar, air sungai menguncang seakan badai. Gumpalan awan hitam pun ikut menutupi langit-langit.
“Duaaaaar! Gerudummm!”

Seluruh daratan rata dengan air, kecuali perahu Baba yang berubah menjadi pulau. Kini tempat itu dikenal dengan ‘Danau Baba’ dan pulau di tengahnya ‘Pulau Grosir’. Nama grosir sendiri diambil dari bahasa penduduk setempat yang berarti ‘kutukan’. 


  • Share:

You Might Also Like

0 komentar