Ada saat ketika dunia berhenti berbicara,
dan satu-satunya suara yang tersisa adalah napasmu sendiri—
lirih, tapi cukup untuk mengguncang semesta kecil di dalam dada.
Kau duduk di antara senyap yang menetes dari langit,
memandang kosong ke arah yang tak punya arah,
mencari sesuatu yang bahkan tak kau tahu namanya.
Bukan cinta, bukan bahagia, bukan pula Tuhan—
tapi sesuatu yang terasa seperti rumah,
meski tak pernah punya pintu untuk kau ketuk.
Di dalam sunyi, kau mulai mengupas dirimu sendiri:
lapisan demi lapisan, sampai yang tersisa hanyalah kesadaran telanjang
bahwa hidup ini bukan tentang menemukan,
melainkan tentang berani hilang.
Maka kau tersenyum di tengah hening itu,
menyadari bahwa tak semua kekosongan butuh diisi,
karena ada keindahan di antara ruang yang tidak bersuara,
tempat jiwa belajar bernapas tanpa nama.
Trilogi Kesunyian I
10.2025

0 Komentar