Tak berujung lapis penikmat dusta, perjalanan mengibah catatan panjang. Kurang sejenak dari waktu itu, sebelum poros matahari mewariskan pagi. Setinggi apapun yang binasa hari kemarin, tidak akan sampai menjelang siang. Sebab kunci masih perlu dipertanyakan. Tidak akan mudah ditemukan jawaban, apalagi dalam senja yang terlalu dingin menyambut malam. Maka aku utuskan para durjana, untuk membagikan rasa yang terlambat dalam meratapi. Butuh banyak hari, berminggu, bahkan berabad.
Tidak akan pernah terungkap sebelum penjaga lautan tersentuh. Gemuruh samudera menghakimi darat dengan murka. Siapa yang tak berkehendak, hidup atau mati, sehat atau sakit, sedih dan tertawa. Ucapkanlah pada senja kala pembantaian ini bermuara. Karena tidak ada akan pernah mungkin, terlalu lemahnya ketidakmungkinan untuk mungkin. Bukan sebab zaman tak bertuan, barangkali penyambut umat cukup pamrih yang diminta. Maka tunggu aku dengan golok dan linggis.
Sebelum paru disesaki tragedi, jutaan tafsir bergentangan menjelang fajar. Mereka yang mati, meminta penjelasan saat pertarungan anatara kanal-kanal berita. Maka berdukalah untuk kematian hati dan cinta.
Bandung, 09 Febuari 2014
0 komentar