Jum’at, sebelum pukul 03.00 dini hari. Handphone berdering dengan
kurang ajarnya. Mimpiku juga sedang indah-indahnya dengan sang mantan. Eh,
ternyata yang menelepon adalah orang yang namanya sudah lama sekali tidak
muncul di layar ponselku. Astaga! Aku pun langsung berfirasat buruk. Soalnya,
memang enggak mungkin doi menelepon tengah malam jika bukan karena ada sesuatu
yang terjadi.
“Ya hallo. Assalamua’alaikum, selamat malam,” sapaku yang
lin-lung masih setengah sadar.
“Mas Nazri? Sekarang di mana?”
“Iya Tika, ada apa? Ini saya di Bandung,”
“Mas, gunung meletus!”
“Hah?” spontan! Semua sisa-sisa kantuk hilang begitu saja
setelah mendengarnya. “Gunung mana?”
“Gunung Kelud,”
“Gunung Kelud? Gunung Kelud yang mana?”
“Jawa Timur, dekat Kediri, Mas,”
“Wah, jadi gimana? Kantor di Pare gimana? Ada korban, nggak?
Keluarga selamat, kan?” aku mendadak panik sendiri. Padahal suara Tika tidak
bernada heboh.
“Awalnya ya enggak apa-apa, Mas. Tapi ini abu vulkanik sudah
mulai parah,”
“Parah gimana?”
“Ya parah, Mas. Sudah kayak hujan deras,”
“Nah, terus kalian gimana? Eh, si Rosa di mana?”
“Itu dia, Mas. Mbak tadi ke rumah Ibu, tapi belum
balik-balik,”
“Ke Blitar maksud kamu?”
Tut..tut...tut.. telepon terputus.
Tanpa harus menunggu sinyalnya membaik, aku langsung menyalakan
laptop kemudian menjelajah info dari Google. Nahas! Kuota habis pula di
saat-saat seperti ini. Terpaksa hanya memanfaatkan akses twitter gratis dari
kartu 3, itu pun sempat bingung juga aku menaruhnya di mana. Dan ternyata
benar, Gunung Kelud meletus, abu vulkaniknya menyebar hingga ke Solo dan Jogja.
Lagi-lagi, kepanikanku bertambah meriah. Berita di twitter mengatakan Jogja
juga mulai parah dampak dari letusan itu. Teringatlah, kakakku ada di sana. Tetapi
mengkhawatirkannya mendadak lenyap, setelah aku dimarahinya tanpa sebab yang
jelas.
“Heh, bocah! Qe disuruh telepon Mama, kenapa belum ditelepon!”
“Apalah! Orang nggak ada pulsa,”
“Pulsa apa? Ini qe telepon aku kok bisa?”
“Ini pulsanya pun tinggal 2 ribu, mana bisa telepon Mama,”
“Isilah!”
“Isi pake apa? Nggak ada uang,”
“Apa nggak ada uang! Banyak kali uang qe!”
“Halah!”
“Halah apa? Ngaji-ngaji sana! Jangan nggak ada kerjaan, telepon
orang malam-malam,”
“Iya, Kak,”
“Eh, Dek. Apa itu? Kok tiba-tiba ribut itu di luar?”
“Gunung meletus, ee Lampir!”
“Gunung apa?”
“Gunung Kelud!”
“Gunung Kelud yang mana?”
“Kediri!”
“Ulok qe! Mana mungkin sampe ke Jogja,”
Aku diam, itu orang memang enggak bisa dibilangin. Padahal di
jam segitu, top topik di twitter pun #PrayForKelud. Begitu hari mulai terang,
sempat aku mengintip ke status twitnya. Ia gelisah sendiri, curahan hatinya pun
dituang dengan harap-harap doa. Kasihan ya? Tapi lebih sedih lagi tentang si
Rosa, Tika dan keluarganya, yang sampai hari ini belum ada kabar. Semoga
semuanya kembali membaik.
Bandung, 15 Febuari 2014
0 komentar