Pantasnya aku
bersyukur, kasih sayang memanja di sepanjang hari ke belakang. Mungkin akan
melebihi cinta kasih yang dikhotbahkan para pendeta kristiani di 25 Desember
lalu, atau bisa diimbangi nyanyian lagu ibu di sepanjang bulan kemarin. Aku bertarung
dengan waktu, jarak melintas ribuan kilometer di tahun 2013. Dari ujung
Sumatera hingga bagian barat pulau Jawa, aku bergelut dalam padam redupnya
cahaya mimpi. Bergulir canda, cita-cita, cinta, kasih sayang, juga kesedihanku
di akhir tahunnya kemarin.
Ada hari aku
bersandiwara dengan jumlah detik di jam tangan yang terus berganti. Pernah juga
aku berlari, bersembunyi, berperang, kemudian mengibarkan bendera kemenangan
bersama kawan. Kenangan itu masih jelas meraja, tatkala aku bertemu dengan
saudara-saudara baru sepanjang 2013. Mulai dari dunia kepenulisan, bisnis, wanita
dan juga iblis, hingga mereka yang datang lalu pergi. Bagai perintah rembulan
pada matahari. Selamat jalan hari-hari yang tak kembali.
Awal tahun lalu,
aku sudah aktif bersandar di alam kepenulisan. Melalui sekumpulan teman di
Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia, aku mampu meraih sejumlah prestasi di
sana. Setelah bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh, kebanggaanku pun
memuncak. Tepat di waktu karantina atau saat itu kami menyebutnya inaugurasi,
aku mendalami berbagai pengetahuan tentang goresan, hingga tata susunan huruf
menjadi gerbang dunia dari Rumah Cahaya, Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh. Serta di waktu yang sama pula, Forum Aktif Menulis (FAM)
Indonesia mengukir namaku untuk pertama kalinya di sampul buku. 'Membungkus
Mimpi', benar-benar membawa mimpiku dibungkus di ajang berikutnya.
Dua keluarga
yang aku bawa-bawa di lembaran-lembaran naskah, terus menerangi ujung mata
penaku. Mulai dari menulis lirik lagu, syair puisi, prosa liris, FF, cerpen
hingga menjadi juri di beberapa ajang kepenulisan, aku sangat bersyukur untuk
itu. Sempat pula aku menjuarai berbagai jumlah lombanya. Beberapa buku yang
dicetak pun kian kupanen di setiap bulannya. Meskipun buku-buku itu sebatas
antologi, yang sebagian orang menganggapnya bukan apa-apa. Biarlah, ada lebih
dari 20 buku antologi yang menyandarkan namaku sepanjang 2013. Ah, payah! Bagi
penulis yang berlayar di atas awan kayangan, tetap saja buku antologi hanyalah
senapan kayu di medan kepenulisan ini.
Kawan, aku masih
di bumi, bersama ibumu, ayahmu, keluargamu, serta malaikat-malaikat yang
merenung di setiap ada bencana. Seharusnya kau juga sadar, tinta penamu itu
disedot dari kerak paling dasar di perut bumi. Bukan juga apa-apa diriku dengan
sejumlah cairannya, aku dan keterbatasanku tetap akan mengakuimu adalah bagian
dari alam kepenulisan ini. Tetapi aku khawatir, jika naskah terbaikmu akan
habis dirobek-robek oleh virus-virus komputermu. Atau barangkali, kecerobohanmu
akan menyerupai nasib blackberry idiotku yang renggut tangan jahanam. Semoga
tidak, aku bercanda untuk menasehatimu yang hebat itu.
Ada harapanku,
cita-citaku, gurauanku, angan-anganku, juga sejuta kharisma yang dititipkan
oleh keluarga besarku, Forum Lingkar Pena (FLP) dan Forum Aktif Menulis (FAM) sampai
sekarang. Aku menggenggam pena, tanpa ijazah sarjana dan gelar. Aku dilayangkan
kertas, kemudian menulis. Aku mengibar bendera, lalu aku menghormatinya seakan
senantiasa tersenyum membawa pulang koran minggu pagi. Aku tertawa dengan saksi-saksi
kehormatanku di batas keterbatasanku. Aku menangis di ambang-ambang hina dunia
gelapku. Aku gelisah dalam aroma-aroma siluet kesendirian waktuku. Aku bahagia
dengan lika-liku nafasku. Aku percaya, kapan pun, siapa pun, di mana pun, Tuhan
pasti melambaikan tanganNya untuk menuju surgaNya. Maka aku bersanding makna dengan
kesibukanku menikmati hari ini.
Bandung,
01 Januari 2014
2 Komentar
bg nazri returns!
BalasHapustumben curhat nih, cieee :D
hahaha, cuma celoteh, bukan curhat..
Hapus=))