Celoteh Tahun Baru 2014


Berlalu tahun 2013, kita sampai di pangkal 2014. Tadi malam, deru terompet dan kembang api menghias langit di belahan dunia. Tahun baru datang redamkan kalender lama, berganti hari seperti pagi-pagi libur biasa. Tidak ada yang spesial, selain kegelisahan baru yang timbul. Kesendirianku masih sama, jeritan jiwa terdengar belum senyap. Cahaya mimpi juga  kilaukan redup seperti sebelumnya.  Tetapkanlah, “Alhamdulillah, Bismillah!” desisku melantun di sela-sela teriakan, “Happy new year 2014!” oleh umat manusia semalam.
Pantasnya aku bersyukur, kasih sayang memanja di sepanjang hari ke belakang. Mungkin akan melebihi cinta kasih yang dikhotbahkan para pendeta kristiani di 25 Desember lalu, atau bisa diimbangi nyanyian lagu ibu di sepanjang bulan kemarin. Aku bertarung dengan waktu, jarak melintas ribuan kilometer di tahun 2013. Dari ujung Sumatera hingga bagian barat pulau Jawa, aku bergelut dalam padam redupnya cahaya mimpi. Bergulir canda, cita-cita, cinta, kasih sayang, juga kesedihanku di akhir tahunnya kemarin.
Ada hari aku bersandiwara dengan jumlah detik di jam tangan yang terus berganti. Pernah juga aku berlari, bersembunyi, berperang, kemudian mengibarkan bendera kemenangan bersama kawan. Kenangan itu masih jelas meraja, tatkala aku bertemu dengan saudara-saudara baru sepanjang 2013. Mulai dari dunia kepenulisan, bisnis, wanita dan juga iblis, hingga mereka yang datang lalu pergi. Bagai perintah rembulan pada matahari. Selamat jalan hari-hari yang tak kembali.
Awal tahun lalu, aku sudah aktif bersandar di alam kepenulisan. Melalui sekumpulan teman di Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia, aku mampu meraih sejumlah prestasi di sana. Setelah bergabung dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh, kebanggaanku pun memuncak. Tepat di waktu karantina atau saat itu kami menyebutnya inaugurasi, aku mendalami berbagai pengetahuan tentang goresan, hingga tata susunan huruf menjadi gerbang dunia dari Rumah Cahaya, Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh. Serta di waktu yang sama pula, Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia mengukir namaku untuk pertama kalinya di sampul buku. 'Membungkus Mimpi', benar-benar membawa mimpiku dibungkus di ajang berikutnya.
Dua keluarga yang aku bawa-bawa di lembaran-lembaran naskah, terus menerangi ujung mata penaku. Mulai dari menulis lirik lagu, syair puisi, prosa liris, FF, cerpen hingga menjadi juri di beberapa ajang kepenulisan, aku sangat bersyukur untuk itu. Sempat pula aku menjuarai berbagai jumlah lombanya. Beberapa buku yang dicetak pun kian kupanen di setiap bulannya. Meskipun buku-buku itu sebatas antologi, yang sebagian orang menganggapnya bukan apa-apa. Biarlah, ada lebih dari 20 buku antologi yang menyandarkan namaku sepanjang 2013. Ah, payah! Bagi penulis yang berlayar di atas awan kayangan, tetap saja buku antologi hanyalah senapan kayu di medan kepenulisan ini.
Kawan, aku masih di bumi, bersama ibumu, ayahmu, keluargamu, serta malaikat-malaikat yang merenung di setiap ada bencana. Seharusnya kau juga sadar, tinta penamu itu disedot dari kerak paling dasar di perut bumi. Bukan juga apa-apa diriku dengan sejumlah cairannya, aku dan keterbatasanku tetap akan mengakuimu adalah bagian dari alam kepenulisan ini. Tetapi aku khawatir, jika naskah terbaikmu akan habis dirobek-robek oleh virus-virus komputermu. Atau barangkali, kecerobohanmu akan menyerupai nasib blackberry idiotku yang renggut tangan jahanam. Semoga tidak, aku bercanda untuk menasehatimu yang hebat itu.
Ada harapanku, cita-citaku, gurauanku, angan-anganku, juga sejuta kharisma yang dititipkan oleh keluarga besarku, Forum Lingkar Pena (FLP) dan Forum Aktif Menulis (FAM) sampai sekarang. Aku menggenggam pena, tanpa ijazah sarjana dan gelar. Aku dilayangkan kertas, kemudian menulis. Aku mengibar bendera, lalu aku menghormatinya seakan senantiasa tersenyum membawa pulang koran minggu pagi. Aku tertawa dengan saksi-saksi kehormatanku di batas keterbatasanku. Aku menangis di ambang-ambang hina dunia gelapku. Aku gelisah dalam aroma-aroma siluet kesendirian waktuku. Aku bahagia dengan lika-liku nafasku. Aku percaya, kapan pun, siapa pun, di mana pun, Tuhan pasti melambaikan tanganNya untuk menuju surgaNya. Maka aku bersanding makna dengan kesibukanku menikmati hari ini.

Bandung, 01 Januari 2014


Posting Komentar

2 Komentar