Kemarin, aku menjadi
salah satu panitia di acara workshop menulis nulis bareng Gol A Gong. “Nulis
Novel Siapa Takut?” (Ibu yang takut kuliahku nggak lulus-lulus, karena aku
sibuk nyiapin novel traveling “Mengelilingi Kampus Demi Jati Diri”). Hal serupa juga pernah dipaparkan oleh penulis
sejati dari negeri Oki dan Nirmala, “Jangan sampai rusak nulis, cuma gara-gara
kuliah,”
"Seriuslah, agar kau dihargai orang," desah Angin Malam.
"Seriuslah, agar kau dihargai orang," desah Angin Malam.
Namun tidak dapat
dipungkiri, tentang betapa memukaunya aula Makamah Syariah Aceh. Letaknya
secara geografis, sekitar 3 Km dari kota Banda Aceh (Teman-temanku menyebutnya
Qatar, karena suhunya sepanas gurun tandus seperti di Ost. Ayat-ayat Cinta).
"Nggak
Nyambung, Bray!" protes Rambo. (Nama ikan cupang peliharaanku)
Dan lokasi yang sangat
strategis untuk membeli kapal selam buatan Afganistan. Berbagai senjata juga
dijual bebas di sana, mulai dari pistol air, senapan mesin jet hingga bazzoka
buatan Arab Saudi. Korea Utara juga sempat menyebut Aceh sebagai tempat
peluncuran nuklirnya di setiap menyambut datangnya tahun baru, antara Blang
Padang dan Simpang Lima.
"Katakan itu pada merpati yang menderita polio!" seru mereka kompak.
Percayalah, di saat
semua orang sedang serius mendalami perannya sebagai manusia. Mereka hanya
membutuhkan waktu untuk berpikir logis tentang kematian. Tunggu! Manusia
mendapat berbagai peran dalam hidupnya. Ya, setiap perannya selalu
diiming-iming untuk hidup yang lebih baik (Slogan PLN). Akhirnya semua berusaha
untuk serius mencari cara hidup yang baik, sehingga mereka lupa bagaimana cara
mati yang baik.
"Walaupun masih nggak
nyambung, kalimat terakhirnya keren," puji Angin Malam.
"Terinspirasi dari Buya Hamka," jelas Rambo.
"Keren..? Lanjut..!"
Seperti yang kita ketahui, orang lebih banyak ingat
mati ketika naik pesawat daripada mati ketika tidur. Padahal selama ini kita
tahu, lebih banyak orang mati di atas kasur daripada di atas pesawat.
"Walaupun
kata-katanya berantakan, tapi tetap ada hikmahnya," saut Angin Malam mengacungi jempol.
"Masih inspirasi dari Buya
Hamka" sambung Rambo pelan.
Kembali ke masalah
workshop.
"Nggak usah bahas workshop kalau kemarin kurang nyimak" suara dari langit.
Oke! Aku ngaku salah,
karena kemarin aku sibuk mutar-mutar di Makamah Syariah nyari fosil dinasaurus. Menurut informasi yang diterima dari telepati
Captain Amerika, fosil dinasaurus itu terletak di ruangan yang berada di depan
pintu masuk melalui sektor lapangan tenis. Jelas sekali, di atas pintu ruangan
tersebut tertulis “Hj. Nazri”. Itu bertanda di dalamnya ada Hulk yang sedang
mengali tanah mencari dinosaurus untuk dinikahinya. (Pasti Hulk membaca buku di
bazar,”Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan,”).
"Uang
pas-pasan sok borong buku di bazar, akhirnya pakir di SMEA mesti minta dibayari
Doni. Dan parkir di Hip Burger pun terpaksa ngemis pada Fakhri," Angin Malam buka kartu. (Pasti dapat kabar dari Bang Suhu Siang)
Wah, aku pun tak mau ketinggalan.
Secara spontan aku mencari cangkul dan temeng besi dari bulan. Namun sayang,
Captain Amerika malah nyasar ke Irak nyari senjata biologis. Akhirnya aku
terjebak di kamar mandi karena lambung sedang tak ingin bersahabat.
"Ceritain
mules nggak mesti bawa-bawa tokoh Avenger!" bentak Angin Malam
"Malu sama jengot!" sambung Rambo.
“Kamu tu nggak tau,
kalo aku tu sayang sama kamu,”
“Itu dia masalahnya
Gas! Aku nggak benar-benar tau. Aku nunggu Gas, nunggu”
Film
Alexandria, berkisah tentang manusia laba-laba yang berburu mencari gas Elpiji
3 kg.
"Stop! Makin ngaco! Katakanlah
pada semut yang berlangganan majalah Misteri" teriak Angin Malam sembari berlari menutup telinga.
“Tapi akhirnya aku
sadar satu hal,”
"Nggak usah sok sadar Bos, sampe sekarang tidur aja belum
puas" Rambo mengingatkan.
“ Aku belum benar-benar
sadar sepenuhnya, bahwa acara workshopnya sudah selesai,”
>≤J≥<
02.19 wib
Banda
Aceh, 06 Mei 2013
0 komentar