Setiap kali kita berbicara tentang Gerakan
30 September 1965 (G30S/PKI), bayangan yang langsung muncul adalah
kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia. Versi resmi Orde Baru
menyebut bahwa PKI adalah dalang tunggal, organisasi yang merencanakan
penculikan dan pembunuhan enam jenderal Angkatan Darat.
Namun, setelah lebih dari setengah abad, narasi
itu mulai dipertanyakan. Sejarawan, akademisi, hingga peneliti luar negeri
menemukan banyak kejanggalan.
Benarkah PKI sepenuhnya bertanggung jawab? Ataukah ada kekuatan lain yang
berperan di balik layar?
Selama puluhan tahun, masyarakat Indonesia dicekoki dengan film Pengkhianatan G30S/PKI dan buku pelajaran yang
menegaskan bahwa PKI adalah pengkhianat bangsa. Narasi ini begitu kuat, hingga
setiap kritik dianggap sebagai pembelaan terhadap komunisme.
Namun, setelah Orde Baru runtuh, kesempatan
terbuka untuk meninjau ulang sejarah. Banyak yang mulai bertanya:
·
Mengapa peristiwa sebesar itu bisa terjadi
dengan persiapan yang terlihat begitu lemah?
·
Mengapa sejumlah tokoh PKI justru tampak tidak
mengetahui rencana penculikan tersebut?
·
Apakah mungkin partai sebesar PKI yang memiliki
jutaan anggota justru bertindak secara serampangan?
Beberapa penelitian, termasuk dari sejarawan asing seperti John Roosa dalam
bukunya Dalih Pembunuhan Massal,
menunjukkan bahwa bukti keterlibatan PKI tidak sepenuhnya meyakinkan.
Ada indikasi bahwa hanya sebagian kecil
anggota PKI yang tahu, bahkan pimpinan tertinggi partai seperti D.N. Aidit pun
terkesan “ditarik masuk” dalam situasi yang sudah kacau. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa PKI dijadikan kambing hitam
dari konflik politik yang lebih luas.
Beberapa teori menyebut bahwa:
1.
Konflik internal
militer – sebagian jenderal dituduh berencana menggulingkan Soekarno
(Dewan Jenderal), sehingga G30S mungkin muncul sebagai reaksi, bukan inisiatif
PKI.
2.
Keterlibatan
asing – dokumen CIA dan MI6 yang belakangan terbuka menunjukkan adanya
operasi intelijen untuk melemahkan Soekarno dan menghancurkan PKI, partai
komunis terbesar di luar Uni Soviet dan Tiongkok.
3. Permainan elite politik dalam negeri – ada kemungkinan tokoh-tokoh tertentu justru membiarkan gerakan ini terjadi, bahkan mengendalikannya dari balik layar, demi mengambil keuntungan politik.
Kita memang tidak bisa menghapus kenyataan
bahwa PKI terlibat dalam G30S. Namun, menuding mereka sebagai dalang tunggal tanpa melihat konteks
politik saat itu adalah penyederhanaan yang berlebihan.
Sejarah selalu punya banyak sisi. Narasi Orde
Baru jelas sarat propaganda untuk memperkuat legitimasi kekuasaan Soeharto.
Tapi di sisi lain, menganggap PKI sama sekali tidak terlibat juga berbahaya,
karena bisa mengaburkan fakta-fakta yang sudah ada.
Hingga hari ini, dalang G30S/PKI tetap
menjadi misteri. Tidak ada jawaban tunggal yang bisa memuaskan semua
pihak. Yang jelas, peristiwa itu adalah hasil dari pertarungan ideologi, intrik
politik, dan tarik-menarik kepentingan global.
Bagi kita sekarang, yang terpenting bukan lagi
mencari siapa yang paling bersalah, melainkan belajar dari sejarah. Agar bangsa ini tidak lagi
terpecah karena manipulasi politik dan propaganda.
0 Komentar