Di
ujung selatan Pulau Jawa, ombak mengamuk seperti hati yang habis dikhianati.
Dan di balik gelegak laut itu, ada nama yang selalu disebut dengan sedikit
bisik, sedikit takut, dan sedikit... penasaran. Nyi Roro Kidul.
Tak
ada legenda lain yang sekompleks dia—ratu, penjaga, istri spiritual raja-raja
Mataram, sekaligus diva gaib yang sangat selektif urusan fashion: katanya, cuma
dia yang boleh pakai hijau. Sisanya? Siap-siap diajak berenang sampai dasar
samudra.
Tapi
siapa sebenarnya Nyi Roro Kidul?
Sebagian
bilang dia putri raja yang dikutuk. Sebagian bilang dia adalah penjelmaan dari
Dewi Laut Selatan. Sebagian lagi bilang, "Udahlah jangan kepo, ntar mimpi
basah dicium rambut panjang."
Namun
di luar kisah seram dan larangan aneh, ada hal menarik dari figur ini: dia
adalah simbol kekuatan perempuan dalam bentuk paling utuh dan mistis. Seorang
ratu yang tak bisa disentuh, tak bisa dijinakkan, tak tunduk pada dunia
nyata—tapi kekuasaannya meluas dari pantai Parangtritis sampai ke alam bawah
sadar kolektif bangsa ini.
Setiap
kali presiden baru naik, ada bisik-bisik: “Udah minta izin ke Laut Selatan
belum?”
Mungkin
ini bukan soal mistik semata. Ini soal bagaimana masyarakat menyimpan kekuatan
spiritual perempuan dalam bentuk paling ekstrem. Nyi Roro Kidul bukan cuma
penguasa laut. Dia penguasa imajinasi kita. Dan imajinasi itu... tak pernah
damai. Selalu basah, gelap, dan kadang menggoda.
Jangan
heran kalau banyak pria bermimpi “diambil” sang ratu. Entah itu petanda mistis,
atau sekadar ekspresi bawah sadar yang belum move on dari trauma asmara. Siapa
tahu?
Tapi
satu hal yang pasti: kita takut padanya, tapi juga mengaguminya. Kita larang
menyebut namanya sembarangan, tapi juga diam-diam berharap dia muncul. Mungkin
karena jauh di lubuk hati, kita tahu: tak semua yang tak terlihat itu harus
dilenyapkan. Beberapa cukup dihormati... dan sedikit diselingi canda.
0 Komentar