Ars Poetica

 


Halo, kamu.

Ya, kamu — yang entah bagaimana masih tersesat ke sudut sunyi blog ini, atau mungkin hanya sedang mencari secangkir kata-kata hangat di sela rutinitas yang keras kepala.

Aku kembali.

Setelah sekian tahun, mungkin sepuluh, mungkin dua belas, mungkin cukup lama untuk membuat tanaman di halaman ini tumbuh liar, huruf-huruf berdebu, dan tautan-tautan berkarat. Aku tinggalkan blog ini seperti seseorang meninggalkan buku harian masa remajanya — dengan rasa malu, geli, dan segenggam rindu yang tak mau diakui.

Tapi hari ini, aku kembali. Tidak sebagai orang yang lebih bijak (itu terlalu mulia), tapi sebagai seseorang yang lelah menjadi sunyi. Dunia terlalu gaduh untuk diam, dan terlalu indah untuk tidak diceritakan.

Aku ingin menulis lagi. Tentang seni, tentang hidup, tentang hal-hal kecil yang sering luput: bayangan pohon di dinding sore hari, senyum asing di bus kota, atau absurdnya manusia yang rela antre berjam-jam demi kopi yang sebenarnya pahit juga.

Aku ingin bercerita, bukan karena aku pandai, tapi karena dunia ini terlalu lucu kalau didiamkan sendiri. Kita hidup di zaman di mana emosi dijual dalam bentuk filter, dan opini dijadikan merek dagang. Kita belajar mencintai dengan tutorial 60 detik, dan marah dalam komentar yang tak akan pernah kita baca lagi.

Aku merindukan kejujuran. Bukan kejujuran yang saklek dan sok tahu, tapi yang hangat dan rapuh — seperti surat yang ditulis tangan, dengan coretan-coretan kecil dan bekas kopi di sudutnya.

Mungkin tak banyak yang akan membaca ini, dan itu tak apa. Mungkin aku menulis hanya untuk satu orang yang merasa lelah dan tiba-tiba butuh alasan untuk tersenyum, atau menangis, atau hanya merasa tidak sendiri.

Aku akan menulis, lagi. Tentang seni yang tidak selalu dipahami, tentang hidup yang sering tidak adil, dan tentang dunia yang, meski kacau, tetap bisa membuat kita jatuh cinta — setiap pagi, setiap langkah, setiap detik yang belum habis.

Selamat datang kembali, aku.

Dan kalau kamu membaca ini — selamat datang juga, kawan lama atau baru. Semoga kita bisa duduk bersama di beranda ini, berbagi cerita yang tidak sempurna, tapi nyata.

Karena di antara algoritma dan amnesia digital, mungkin yang kita cari hanyalah satu: kata-kata yang terasa seperti rumah.


Banda Aceh, Juni 2025

Posting Komentar

0 Komentar