Jum’at,
10 Mei 2013
Langit
di atas kota Banda Aceh kelabu tua. Mendung menyelimutinya. Hujan turun
rintik-rintik. Air yang jatuh dari atas langit bagaikan jutaan jarum lembut.
Membasahi atap rumah, dedaunan, lalu mengalir di sepanjang jalan menuju selokan
dan kanal-kanal yang baru digali oleh para pekerja dari pulau Jawa. Dan Kuta Raja basah. Dinginnya menggigit
tubuh kecilku. Hembusan angin berdesir di rambut yang lembut karena selalu
memakai molto.
Halah,
lebay! Cukup!
Aku hanya ingin menulis, tentang narasi patahan puisi-puisi jiwa berdarah yang telah membalut tatap-tatap mata yang penuh luka dan gelisah. Tentang kita dalam cerita perlawanan. Baik tentang cinta dan hidup yang terampas, kepercayaan yang terkhianati, mengenai kebohongan yang coba kita patahkan, ataupun hakekat kesyukuran yang paling mendalam. Dari debu-debu trotoar yang akan mengantarkan kita kembali ke pangkuan sebenarnya.
Aku hanya ingin menulis, tentang narasi patahan puisi-puisi jiwa berdarah yang telah membalut tatap-tatap mata yang penuh luka dan gelisah. Tentang kita dalam cerita perlawanan. Baik tentang cinta dan hidup yang terampas, kepercayaan yang terkhianati, mengenai kebohongan yang coba kita patahkan, ataupun hakekat kesyukuran yang paling mendalam. Dari debu-debu trotoar yang akan mengantarkan kita kembali ke pangkuan sebenarnya.
Asli, sok puitisi ngigau bin ngawur! Sudahlah, biasa aja.. (bukan itu! Ini tentang hak Asap Molotov yang telah dicuri paksa!)
Di
sela-sela hujan deras yang mengguyur kota di ujung Sumatra ini, aku merasa seperti
sedang menjalani masa tahanan di dalam
rutan Jantho. Jiwaku mulai berontak dengan mengipaskan sayapnya. Namun hujan
semakin deras mengolokku. Terpaksa aku menghibur diri dengan manatap jalan yang
basah dari jendela. Lalu berharap ada Lamborghini Veneno yang menjemputku.
Namun
sudah hampir meluap air di kolam ikan, belum juga ada tanda-tanda Lamborghini Veneno yang akan
muncul. Maka kuraih Blackberry kesayanganku untuk meng-unfollow twitter @SBYudhoyono karena kesal.
Nahas, di sudut layar tertulis SOS. Idiotphone! Fakir sinyal! Hampir saja aku memasukannya
ke kandang si Rambo (nama ikan cupang
peliharaanku). Untung saja setelah diancam, si Blackberry menujukan
kejeniusannya. Mungkin karena ia tersinggung ketika aku mengatakannya idiot.
Lampu
kecil berkedip merah memberi isyarat ada email masuk. Awalnya aku mengabaikan teguran itu, tetapi karena
email yang masuk ada tiga. Maka aku pun membukanya dengan berat hati. Email
yang pertama dari salah satu panitia lomba yang sedang aku ikuti. Katanya, aku
harus membuat catatan di FB dan mengetag
beberapa temanku. Aku pun protes, ini lomba untuk penulis atau sales
promotion? Ia membalas, itu memang syaratnya sebagai sosialitas. Halah, aku
mengabaikannya.
Email
ke dua dari temanku yang juga panitia lomba menulis. Kebetulan, aku salah satu
juri tahap pertamanya. Katanya, antologi dari lomba tersebut sudah selesai
dicetak. Ia pun menujukan cover bukunya dengan penuh bangga. Oh,
aku langsung berunjuk rasa sambil berdiri memegang toa dengan ikatan kain
kafan di kepala. Iya, bagaimana tidak? Gambar covernya hampir seukuran favicon
free download. Jangankan untuk melihat kode ISBNnya, sekali zoom saja gambarnya
sudah seperti cacing balok di mainan tamagotchi.
Kemudian ia pun berjanji akan mengirimnya via inbox FB sebentar lagi.
Nah,
email ke tiga yang membuatku menelan ludah. Pengirimnya bernama Blogger,
perusahaan penyedia tempat untuk para manusia kreatif dan aktif mencari lapak mengaung. Pak Blogger mengatakan bahwa salah satu
lapakku untuk berkoar sudah dispam. Aku pun bingung harus membalasnya bagaimana. Soalnya si Bapak mengunakan bahasa
sihir. Terpaksa aku harus menghubungi Harry Potter untuk meminta matra permohonan.
Demi
menyelamatkan singgasana yang kuberi nama Asap Molotov, aku pun segera bergegas
mencari sinyal Wifi dengan menempuh cuaca yang ekstrim. Jarum-jarum yang jatuh dari langit berubah
menjadi anak panah tentara Romawi di perang
salib. Pandanganku ke jalan pun semakin terganggu dengan kabut yang mirip gas
air mata. Padahal aku sudah meminjam topeng Iron Man sebelum berangkat, tapi
kabut dengan manjanya marayuku untuk membuang topeng tersebut ke pasar ikan
Peunayong.
Setelah
sekian lama berjuang yang hampir seumur kota Tokyo. Aku sukses memarkirkan
motor di depan warkop langgananku, Pak Nek Kupi. Hal pertama yang aku lakukan
adalah berjalan secepat mungkin menghidari hujan. Walah, padahal dari tadi
sudah basah seperti disiram air satu tanki truk Pertamina selama tiga hari.
Aku
membuka dasbor blogger dengan serius, apalagi setelah mengabsen blogku satu
per satu. Wah, ternyata benar, Asap Molotov hilang karena dispam. Maka aku
membuka kembali email dan menanyai matra pada Harry Potter. Dengan penuh
kekhusyukan aku mengikuti ritual dan mencatat setiap matra yang diucapnya.
“Wahai,
langit dan bumi. Blogspot, mozilla, jombla dan wordpress. Nurkalis Majid,
Gusdur hingga Ulil Absar!
@#@%$#&*..” Harry Potter komat kamit mengucap mantra.
Aku
mulai ragu dengan kemampuannya, apalagi setelah mendengar beberapa nama yang
disebut. Maka aku pun langsung menjambak-jambak rambutnya dan menghantam
kepalanya ke tembok. Lalu aku mengusirnya dari warkop. Tidak sampai di situ
saja, aku juga keluar dan mematahkan sapu terbangnya di bawah hujan yang
semakin deras.
“Dasar
ubur-ubur liberal! Setan! Pergi kau dari bumi ini!” teriakku yang membuat hujan
semakin bersemangat membasahi tanah.
Ia
pun berlari dengan kalang kabut karena melihatku yang semakin emosi. Aku yang
sudah seperti kesambet arwah bom Bali pun melemparinya dengan patahan sapu
terbang. Di saat Harry Potter mengelak, sebuah gulungan kertas kusam jatuh dari
sakunya. Lalu aku mengambil kertas tersebut setelah ia kocar kacir dan menghilang
entah ke rimba mana.
Dengan
penuh penasaran yang menyelimuti jiwa. Aku membuka gulungan itu secara
perlahan. Namun, seperti membutuhkan mantra khusus untuk membukanya. Hampir
putus asa aku dibuatnya saat membuka gulungan itu, hingga membanting-banting ke
lantai. Untung saja Po si Kungfu Panda datang sembari menepuk bahuku.
“Bang,
gulungan itu hanya akan terbuka dengan cara naik ke atas meja dan berteriak keras,”
Aku
mengangguk, walaupun sempat ragu juga. Jangan-jangan Po adalah jemalan Ulil
Absar. Tapi aku tidak melihat ada taduk iblis di kepalanya. Aku pun naik ke
atas meja sambil berteriak nyaring.
“Gulungan bukalah!”
“Gulungan bukalah!”
Ziiieep!
Ting.. ting... huiizzzzs..
Angin
tiba-tiba datang seolah diundang, bingkai-bingkai lukisan pun seakan
menampar-nampar dinding. Lampu berkedip-kedip seperti minta diisi token baru.
Ciyaauu! Cahaya menutupi pandanganku, semua terlihat putih mirip api di bengkel
las. Dan gulungannya pun terbuka.. tertulis
dengan pancaran sinar yang terang.. tueng!
“GOOGLE”
Ya,
ya. Kini aku tahu apa yang harus kulakukan. Membuka google translation untuk
menerjemahkan mantra-mantra. Setelah google kubuka, ia berbisik beberapa trik
untuk mengembalikan Asap Molotov kembali ke pangkuanku. Aku pun mengikuti
langkah-langkah itu. Dan hasilnya............. tunggu selama 2 hari untuk
proses kerja. Dasar ubur-ubur! Spamnya hanya sekedip, kena benerinnya sampe 2
hari. Nahas!
***
00.14
wib
Banda Aceh, 11 Mei 2013
6 komentar
Hahaha.. ngeri kali deskripsinya bang.. keren-keren!
ReplyDeletehahaha..
ReplyDeleteTulisan yang aneh kan? :D
asli, bukn sinetron bg...
ReplyDelete:)
Haha..
ReplyDeleteemang bukan seinetron, ini kan telenovela.. :D
Imajinasinya berasap-asap. :D
ReplyDeletehuahaha..
ReplyDeleteasap molotov!! >,<