Intimidasi Dan Zalim 'Alien Devil'
Pernah
ada hari, di mana aku mengaplikasikan hidupku sebagai mahasiswa. Ya, mahasiswa
jurusan manajemen informatika dan ilmu komputer untuk saat ini. Aku sudah berusaha semaksimal
mungkin untuk menjadi mahasiswa yang baik,
tetapi keseriusanku acapkali diabaikan. Dosen mata kuliah promograman II,
namanya Alvixx entah Elvixx atau “DEVIL’’xx!. Lidahku mendadak ingin muntah
menyebut namanya. Di akhir nama ada title ST. Aku yakin kepanjangannya “Setan Terkutuk”.
Hampir
setiap semester aku bertemu dengannya, dan selalu saja ia mengganggapku anak
pedamalan Amazon yang sama sekali tidak mengerti komputer. Sial! Aku sudah
mengenal komputer jauh sebelum aku tahu apa itu asbak, begok!
“Bu,
ini keyboardnya tiba-tiba tidak berfungsi. Bagaimana? Apa saya boleh memakai
laptop? “ keluhku pada suatu hari di Lab Komputer.
“Masa
nggak bisa? Kamu tu yang nggak ngerti komputer,” jawabnya santai, tapi dengan
nada meremehkan.
Saat
itu aku masih diberikan oleh Tuhan, kesabaran yang extra. Jadi, aku tidak
sempat mematahkan itu keyboard ke mukanya. Namun sayang, kesabaran extraku
untuk diam masih dianggap sepele olehnya. Dan aku pun protes.
“Bu,
silahkan Ibu cek sendiri. Dari tadi sudah saya coba benerin, tapi tetap saja
nggak bisa,” kataku sambil merestart komputer untuk kesekian kalianya.
“Mana,
mana?” ia datang ke arahku.
“Bentar,
ini lagi saya restart Bu,”
Tidak
lama, komputer pun menyala kembali.
“Masukan
id sama paswordnya!” perintahnya ngerasa paling mahir.
“Woi
Begok! Dari tadi aku bilang, keyboardnya yang rusak! Mau diketik pake apa? Mau
aku tamparkan juga pake papan bunga,” kesalku dalam hati.
Kejadian
itu terjadi ketika aku masih semester II di mata kuliah Aplikasi. Sejak hari itu,
aku sudah dianggap anak suku Amazon yang tidak mengerti komputer. Begitu juga
denganku, aku mengganggapnya alien sok
tau, sok pinter, sok profesor dan sok segala sok hingga sok manusia.
Dan
kasus serupa juga kembali terulang saat mengumpul tugas dan juga UTS pada 3 minggu
yang lalu. Aku sudah berusaha mati-matian mencari copy-an pada teman-temanku soal tugas yang diberinya.
Katanya, harus kumpul dari pertama kuliah hingga hari itu. Maka aku pun mulai menjelajah laptop teman-temanku sambil membawa flash disc untuk meng-copy-nya ke laptopku. Dan sukses, aku selesai sebelum waktunya habis.
Katanya, harus kumpul dari pertama kuliah hingga hari itu. Maka aku pun mulai menjelajah laptop teman-temanku sambil membawa flash disc untuk meng-copy-nya ke laptopku. Dan sukses, aku selesai sebelum waktunya habis.
“Bu,
ini tugas saya dari pertama dan juga UTS-nya. Nama ID-nya Nazri, paswordnya frexxx,
untuk semua aplikasi,” ucapku sambil menyodorkan laptop.
Ia
pun memeriksanya dengan teliti, satu persatu tugasku dijalankan. Tapi begoknya
tak pernah pudar, ia selalu menanyakan ID dan pasword di setiap mengeklik ‘Run’
di progam. Sampai selesai, aku masih dengan kesabaran punuh extra, berulangkali
mengatakan hal yang sama.
“ID-nya
Nazri, paswordnya frexxx, Bu,”
Tapi
tiba-tiba kesabaranku luntur, seperti bensin yang disentuh api. Aku mendadak naik pitam saat ia menasehatiku setelah memeriksa tugas yang terakhir. Program pemesanan
tiket pesawat secara online.
“Nazri,
progam untuk tiket pesawat kenapa tidak ada?” ucapnya meliriku sambil
mengarahkan mouse ke arah close (x).
“Jeh,
itu yang barusan Ibu close jadi apa?” sautku dengan penuh kecewa karena merasa terintimidasi dan dizalimi olehnya.
“Kamu
harus banyak-banyak belajar komputer, rajin-rajin ngetik, jangan cuma main batu
di kantin. Terus Ibu liat, kamu kurang sekali di bidang komputer. Kalau kamu
masih pingin kuliah di komputer, kamu harus punya komputer ataupun laptop
sendiri. Orang tua kamu kerjanya apa?”
Ya Rabbi, kuatkanlah hamba.
Seraya menarik nafas panjang, aku masih menjawabnya dengan penuh kesabaran yang
sudah di ujung tanduk.
“Ibu,
salah saya apa? Tugas saya lengkap, semua aplikasi yang Ibu suruh buat, saya
kerjakan dengan baik. Dan laptop yang ada di hadapan Ibu, itu adalah hasil
keringat orang tua saya, pake uang halal, Bu. Ayah saya berkerja di BUMN. Kalau
Ibu mau tanya jabatannya, ini nomor HP-nya. Silahkan Ibu tanya saja sendiri,” titahku
dengan menahan pitam sambil menyodorkan handphone dan nomor ayahku.
Ia
diam sesaat dan mengabaikan omonganku.
“Sudah,
kamu kembali ke tempatmu,” ucapnya sambil sambil nulis nilai pada namaku di
absensi. Dan aku melihatnya, ia mencantumkan angka ‘60’, sebagai nilai
satu-satunya di antara nilai ‘80’ hingga ‘100’ untuk mahasiswa lain.
***
***
Ya Rabbi, hanya padaMu, hamba
mangadu,
Dalam sujud di perempat malam,
Aku harap, Engkau membuka pintu
permohonan,
Maafkanlah kesalahanku, maafkan
juga kekhilafan mereka,
Hanya Engkau Yang Maha Mengetahui,
di langit dan bumi,
Dan aku memohon dari segela keterbatasan
hamba,
Selamatkanlah imanku, orang tuaku,
dan juga saudara-saudaraku,
Dan jauhkanlah kami dari siksa di
hari akhirMu,
Hanya padaMu, hamba memohon,
Hanya Engkau Yang Kuasa melindungi
kami dari setan-setan yang terkutuk,..
Amin.. Ya Rabal’alamin.....
Amin.. Ya Rabal’alamin.....
18.51 wib
Banda Aceh, 15 Mei 2013
4 komentar
:-t
ReplyDelete(p) sabar bg.. wkwkwkwkwk
:-B mulai saat itulah, aku mau musnahkan semua alien di muka bumi ini..
Delete8-)
sabaar nzrii..
ReplyDeletesemoga Allah memudahkan segla urusanmu..
aminn
:)
Aminn ya Rabb.. ;-(
Delete