Ketika mengenakan seragam putih dengan celana pendek merah banyak bayangan tentang masa depan yang begitu indah dan cerah. Berbagai obsesi yang sering dikhayalkan dalam bentuk kehidupan di masa di mana bermain adalah hal utama di setiap harinya. Di saat bermain di rumput hijau di kala senja, terlintas di saat itu untuk menjadi pemain sepak bola seperti Ronaldo, Rivaldo, David Bekham ataupun Roberto Carlos yang juga pemain sangat diidolakan di masa itu.
Pernah juga ingin menjadi seperti pembalab kelas dunia ketika menyasikan ajang balapan di televisi ataupun secara langsung yang di saat itu sering diselenggarakan di setiap tahun hingga bulannya, bahkan hampir tidak pernah terlewatkan aksi-aksi geberan gas itu mulai umurku antara 3 dan 4 tahun. Kebetulan arenanya tidak jauh dari lingkungan rumah. Sehingga ketika duduk di kelas 3 sekolah dasar, sepeda hadiah dari ayah, kjadikan kendaraan balap dan untuk pertamanya aku ikut serta di ajang cyclecross junior yang sebagian pesertanya adalah teman 1 sekolah dan anak-anak dari kampung sebelah.
Situasi keamanan yang sangat mencekam di kala itu juga menimbulkan sebuah obsesi besar lain lagi. Dari ujung simpang hingga gang maupun halaman rumah selalu diwarnai dengan hijau, bukan hijau dari tumbuhan tapi hjiau seragam militer yang sering melakukan operasi baik siang maupun malam hari. Hampir setiap hari terdengar suara letusan peluru dan di setiap hari juga selalu datang berita tentang penemuan mayat, pembunuhan, pembantaian, pembakaran dan juga kehilangan orang yang tidak pernah diketahui keberadaannya bahkan hingga saat ini.
Di saat isu panas tentang gagahnya geriliyawan pemberontak menjamur di seluruh penjuru hingga sekolah kecilku juga tidak ketinggalan informasinya setiap sesaat sebelum guru memasuki ruang belajar. Meski pun usia kami di kala itu masih tergolong di bawah umur dan selalu menjadi korban pertama yang harus dilindungi ketika kontak senjata berlangsung, tapi obsesi kami untuk ikut serta dalam perang yang setiap pagi dan waktu istirahat kami menceritakan versi masing-masing tentang kejadian yang terjadi di hari-hari sebelumnya.
Ada kabar tentang pembakaran sekolah dan kantor-kantor yang berhubungan dengan pemerintahan pernah menjadi salah hal yang sangat sering terdengar dari setiap mulut ke mulut. Bahkan sekolah tercinta kami juga sempat menjadi target pelepasan benih si jago merah.
Umur semakin bertambah, dibangku antara kelas 5 dan 6 menciptakan mimpi baru untukku. Semua harga barang naik melebihi 2 atau 3 kali lipat dari pada harga sebelumnya. Pikiranku berlabuh untuk satu hal agar dapat memiliki uang sebanyak-banyaknya, walaupun banyak di antara teman-temanku yang lebih dulu memikirkan hal itu namun, bukan berarti pemikiranku di saat itu adalah cara yang tergolong rendah. Aku mulai memainkan beberapa bisnis, diantaranya jual beli layangan, ikan hias, hingga menjadi agen pembelian maianan atau pun barang-barang yang setiap anak waktu itu seolah wajib memilikinya. Hasil yang aku dapat memang tidak sebanyak teman-temanku yang mencari angka rupiah dengan otot, karena aku memang tidak mampu untuk bidang yang memeras otot atau tenaga seperti itu.
Di sekolah menengah pertama aku menuntut ilmu di asrama yang ketat sehingga tidak satu pun siswa yang boleh keluar dari perkarangan sekolah dan asrama tanpa izin dari petugas mau pun guru yang ada di situ.
Pikiranku mulai berputar untuk memanfaatkan situasi ini dengan menjadi agen pembeli barang-barang yang tidak bisa mereka dapat dari lingkungan asrama dan sekolah. Sesuatu keahlian yang sulit untuk bisa menembus gerbang atau tembok pembatas keluar asrama, namun aku adalah salah satu spesialis yang mampu melangkah ke balik tembok yang tingginya hampir 5 meter dan menjadi kunci yang mampu membuka gerbang dengan penjagaan yang super ketat.
Sekolah menengah atas adalah saat-saat di mana orang berkembang menuju kedewasaan yang hampir sempurna dan pengenalan tentang dunia menjadi 2 warna antara hitam dan putih. Banyak orang dimasa itu yang memilih hitam untuk menjadi remaja yang dianggap hebat dari kalangannya. Mulai dari rokok, tawuran hingga ke masalah yang rumit seperti narkoba dan sex.
Untuk seorang anak yang pernah merasakan keterbatasan di asrama seperti aku biasanya berpihak ke kedua jenis warna itu, karena ketika lepas dari keterikatan pembatas jiwa menjadi dua pilihan yang sangat sulit. Bila mengingat penjelasan bahayanya hitam jiwa ini lebih memilih putih dan di saat jiwa mengingikan sesuatu yang tidak pernah didapat di dalam asrama maka jiwa memilih hitam.
Keadaan hidup di saat itu mulai diguncang dengan ketidakstabilan pilihan warna, atau mungkin lebih menuju ke lembah hitam. Maka aku di saat itu mengalami banyak hal yang banyak merugikan diri sendiri dan orang disekitarku. Tidak ada lagi sesesuatu yang bisa mengimbangi keadaan yang lebih baik. Ekonomiku saat itu memang mengalami peningkatan yang besar, tapi dengan cepat juga semua hilang bagai kelipan kilat.
Selama tiga tahun kehidupan bergelombang pasang surut, aku pikir semua sudah tamat dan saatnya untuk membuka catatan baru. Kota masa-masa kecil kini sudah jauh dibelah sungai-sungai dan pengunungan yang jarak perjalanannya menghabiskan waktu bertahun-tahun bila mengunakan telapak kaki. Di kota perunjung pulau besar ini aku lewati hari-hari yang aku anggap baru.
Namun nasib belum juga secerah masa yang pernah menjadi cerita indah, kehidupan menjadi lebih rumit ketika bertualang di sini. Walaupun pernah mendapat menyentuh piagam gemilang, tapi itu tidak lebih dari beberapa episode. Dan yang menjadikan ini lebih terasa sangat pahit adalah saat istana megah yang sedang aku bangun hancur dengan sekejap bahkan lebih cepat dari pada menyapu debu di atas telapak tangan.
Rasa pahit demi pahit terus saja menjadi hantu yang bergentangan di setiap harinya, hingga banyak kegelapan di masa sekolah manengah atas yang ikut bernari bersama kemalangan ini. aaaaaghh... Sudahlah, ini bagian yang sulit untuk aku mengingatnya.
Ada beberapa tahun lamanya aku bersemanyam bersama gelombang perih itu, hingga hari itu pun tiba. Aku mulai berbenah untuk kesekian kalinya, aku yakin kali ini adalah perbenahan yang paling meyakinkan dari beberapa perbenahan sebelumnya. Meski pun tidak dibayangi lagi mimpi-mimpi yang mampu mengendalikan motor perjalanan ini, tapi ada yang masih tersisa yaitu keyakinan, harapan dan menikmati untuk hari esok.
Dan hari ini aku sudah memetik sedikit dari buah perbenahan itu, terimakasih hari yang terlewati.
Semoga esok adalah hari dimana aku bisa rasakan kenyataan mimpi terindahan yang terabaikan.....
Banda Aceh,2010
0 Komentar