Diburu Nestapa


Ada satu hal di mana saya tidak bisa ceritakan, satu hal yang sangat memukul dinding-dinding hati di kala hal itu saya ingat. Sangat menyakitkan, hanya kata itu yang mungkin bisa saya bagi. Sebuah perumpamaan yang lebih menyakitkan dari pada perasaan seorang ketika mengetahui kekasi nya direbut orang atau pun pindah ke lain hati. Atau lebih mendekatinya lagi perasaan seorang yang sangat mencintai kekasihnya hingga mati pun ia rela tetapi dia pernah dianggap sebagai kekasihnya. Seperti seorang ibu yang berjuang mati-matian untuk seorang anaknya namun anak tersebut tidak menganggapnya sebagai seorang ibu yang mencintainya. Aaah, terlalu banyak umpama yang bisa diibaratkan, namun seperti nya ini lebih menyakitkan dari itu semua... 

Pernah saya berlari untuk menghindari serangan rudal-rudal nestapa itu, hingga harus bersembunyi di sebuah lembah yang saya anggap aman. Tapi malang nya itu justru membawa saya ke ladang ranjau yang siap mencabik-cabik ketenangan jiwa di kala itu, sebuah perjuangan yang berbuah simalakama. Saya pikir ada baiknya bila saat itu saya berlayar di samudra perlawanan. Di mana bila gugur saya bisa menjadi makanan lezat bangsa paus atau hiu, dan bila berhasil saya akan berlabuh di dermaga yang beraromakan surga. Maka tanpa berpikir lebih lama, saya siapkan diri dengan kapal layar yang siap mengarungi samudra terbesar yang ada di depan mata saat itu...

Kapal sudah mulai jauh berlayar meninggalkan daratan ranjau yang sebenarnya saya sangat mencintai tanah itu. Banyak kisah-kisah bahagia yang tidak mungkin saya lupakan begitu saja, tetapi semua kini telah dijajah oleh serdadu-serdadu nestapa yang tiada henti merebut cinta dan kebahagia yang pernah saya miliki...

Awan hitam menyelimuti tengah samudra yang luas hingga tidak ada satu penghuni laut pun berani menatap langit yang memang tidak tampak biru nya sama sekali. Sejenak saya berpikir ini adalah kesempatan emas untuk menemukan dermaga yang saya cari, dan harapan itu terus mengemudi kapal hingga jauh dan jauh ntah dimana posisi nya saat itu. Saya lihat disekitar hanya ada ombak yang seolah mengamuk dan ia terus mendekati kapal ini. Riuh suara angin membuat langkah gemetar, ritik demi rintik gerimis yang mulai basahi lantai seakan memberi tanda bahwa badai dari negri nestapa akan tiba sesaat lagi..

Cemas seiring resah yang tidak bisa saya nikmati sama sekali, getar semakin bergetar hebat tubuh menghadapi nya. Hanya ada satu harap di kala itu,yaitu maut segera datang dan rasanya seperti tidak rela bila badai nestapa itu menyentuh jiwa ini. Akan tetapi harap itu belum mampu mengubah jadwal maut untuk menjemput. Maka untuk kesekian kalinya saya harus pasrah menghadapi serangan pasukan nestapa yang akan membantai seluruh jiwa. Dan tidak diberi sedikit pun waktu untuk melawannya....

Ketangguhan kapal yang tadi menemani pelayaran kini hanyalah puing-puing yang mengapung di atas keganasan amukan gelombang di tengah samudra. Tenaga yang tersisa tidak akan mampu mengayuh jiwa untuk berlabuh ke dermaga terdekat, walaupun tidak tampak satu daratan pun di sekeliling nya. Dan kini tidak ada yang bisa saya perbuat lagi selain menjadi tahanan tetap di penjara nestapa...

Kepada siapa saja..
Saya mohon, tolong bebaskan saya...


Banda Aceh,2011


Posting Komentar

0 Komentar