­
­

Zhang Lang (Zao Jun), Dewa Dapur di Balik Imlek

By Unknown - 1:17 am

Zao Jun, Myths and Legends of China, 1922 
by E. T. C. Werner
Dulu sekali, sebelum ada air, api, listrik dan apapun belum ditemukan. Maka tidak ada apa-apa, hanya hamparan bumi, tanpa ada cerita apapun. Setelah ribuan tahun kemudian, mulai bermunculan dinosaurus dan kecoak yang berimigrasi dari planet lain. Sebenarnya, hanya kecoak bermaksud datang ke bumi, namun dinasaurus ikut-ikutan mendarat sebab pintu tol dari bulan sedang mengalami kerusakan. Maka mereka pun sering terlihat berkeliaran siang dan malam di hamparan bumi yang masih kosong.
Setelah jutaan tahun kemudian, zaman pun sudah berganti. Dinosaurus sudah kembali melanjutkan perjalanannya, sedangkan kecoak masih betah untuk tinggal di bumi hingga sekarang. Air, api, dan binatang lain sudah ada di bumi, tinggal listrik saja yang belum ada. Namun, pada masa datangnya manusia, kisah ini pun muncul dari keturunan Tionghua bajakan.
Alkisah, ada seorang lelaki yang bernama Zhang Lang. Ia hidup dalam keadaan miskin, namun Zhang Lang beruntung memiliki istri yang sangat baik dan tidak pernah mengeluh akan nasib. Malam berganti, siang pun tenggelam di waktu senja, keluarga Zhang Lang hidup sangat bahagia. Terkadang dua hari tidak makan, mereka hanya minum air. Empat hari tidak minum, dalam tiga hari mereka terus makan. Ketika tidak ada makanan dan air, mereka pun kelaparan.
Suatu hari, istri Zhang Lang yang baik hati pergi ke pasar untuk membayar tagihan Speedy. Sampai di tengah jalan, ia pun bertemu dengan seorang lelaki tua. Rambutnya yang gondrong sudah memutih semua, pakaian yang dikenakan juga sangat tidak layak. Memakai jas, lengkap dengan dasi dan topi merah. Lantas, istri Zhang Lang yang baik hati itu merasa iba melihat penampilan lelaki tua tersebut. Sungguh tidak pantas seragam itu dikenakan olehnya.
“Pak Tua, apakah kau sedang sakit?” tanya istri Zhang Lang penuh waspada.
“Tidak, Ci. Saya hanya stres, sudah enam kali pemilu tidak jebol,” sahut lelaki tua itu penuh dengan ratapan.
“Lho? Mengapa tidak ikut lagi tahun ini?” tanya istri Zhang Lang lagi memberi solusi.
“Saya trauma, Ci. Dulu sempat jadi ketua kelas, tapi dituduh korupsi,” ujar lelaki tua itu berharap istri Zhang Lang ikut bersedih.
“Ya sudah, bersabarlah. Kokoh saya yang pejabat juga mengalami nasib yang sama. Ia dituduh korupsi, tapi sekarang santai-santai saja di tempat wisata,”
Tidak terlalu diperpanjang, istri Zhang Lang segera bergegas melanjutkan perjalanannya. Saat melintas jembatan, tiba-tiba telinganya menangkap suara seorang wanita dari bawah sana. Tanpa pikir-pikir, istri Zhang Lang langsung turun mencari suara itu berasal. Sekejap ia teringat, dulu di jembatan ini pernah megah cerita tentang gadis manis yang bunuh diri. Tapi segera dibuang jauh pikiran itu, berharap yang akan ia temui bukan makhluk gaib sejenis alien. 
“Ci, tolong! Ci!” suara itu sudah jelas sekarang, ada seorang gadis muda sedang duduk di atas batu.
“Kamu kenapa?” tanya istri Zhang Lang penasaran.
“Selendang saya hilang, saya tidak bisa pulang,”
“Oh, saya tahu. Seseorang pasti sudah mencurinya,”
“Iya, Ci. Jadi sekarang, bagaimana saya bisa pulang?”
“Ya, sudah. Mari ikut saya, kamu boleh tinggal di rumah saya,”
“Terima kasih, Ci. Semoga Ci dapat banyak rejeki,”
“Eh, tapi ada syaratnya,”
“Hah? Apa syaratnya, Ci?”
“Apapun yang terjadi, kamu tidak boleh datang ke kolam belakang rumah tengah malam. Tidak boleh membuka tutup penanak nasi, kalau jalan tidak boleh melihat ke belakang. Hmmm... tidak boleh apa lagi, ya?” sejenak, istri Zhang Lang berpikir,”Pokoknya semua larangan di dalam dongeng-dongeng, kamu harus patuh! Termasuk tidak berbohong, jika tidak ingin hidungmu panjang, dan jangan lupa belok kalau ada tikungan,”
“Baik, Ci. Saya berusaha mengikuti peraturan yang belaku. Jika penyakit berlanjut, hubungi dokter,”
Setelah gadis muda itu menandatangani kesepakatan MoU, ia pun ikut bersama istri Zhang Lang pulang ke rumahnya. Tidak disangka, Zhang Lang yang melihat istrinya membawa pulang anak gadis yang sangat cantik pun kegirangan bukan main. Walaupun sempat terlintas kekhawatiran di benaknya, bagaimana membagi jatah makan untuk anggota keluarga barunya itu. Sedangkan selama ini mereka hidup serba kekurangan.
Setelah beberapa lama gadis itu hidup di rumah Zhang Lang dan istrinya, secara tidak sengaja Zhang Lang justru jatuh hati padanya. Maka untuk menarik perhatian si gadis, siang malam Zhang Lang menyusun strategi gombalnya. Butuh waktu yang sangat lama, hingga akhirnya gadis itu pun jatuh di pelukan Zhang Lang yang miskin. Namun nahas, gadis cantik itu malah meminta agar Zhang Lang meninggalkan istrinya, dan pindah ke kota lain.
Sebenarnya, Zhan Lang sempat ragu, namun cintanya pada gadis itu membuat hatinya buta. Maka pada tengah malam menjelang musim semi, Zhang Lang minggat dari rumah membawa gadis cantik pujaannya itu. Istri Zhang Lang yang tidak tahu apa-apa, tidak pernah berpikir bahwa Zhang Lang akan setega itu padanya. Ia pun menyangka bahwa Zhang Lang hanya pergi sebentar, dan tidak mengkhhianati cintanya. Sebab istri Zang Lang percaya, cintanya akan abadi sampai kapan pun.
***
Berhari-hari ditunggu, Zhang Lang tidak juga pulang. Dicoba untuk menelpon, tapi Alexander Graham Bell belum lahir. Hatinya pun mendadak kesal, apalagi saat mendengar anak-anak jalanan menyanyikan lagu ‘Bang Toyib’. Ah, semakin risau saja batinnya. Meskipun grup band Wali sudah menghiburnya, bahwa ia bukan Bang Toyib. Mendadak ‘Bang Jali’ yang menambah galau, hampir saja ia menjadi pencari alamat palsu ke kota seberang.
Sementara Zhan Lang sedang bersenang-senang dengan gadis cantiknya. Mereka sering belanja ke Carrefour, main Timezone, juga nonton di XXI. Hingga suatu hari, murka alam pun berkehendak padanya. Ia terlalu egois, meninggalkan istrinya yang baik demi perempuan muda yang tidak jelas asal usulnya itu. Mata Zhang Lang mendadak buta, setelah seekor anak jerapah berhasil masuk ke dalamnya. Nahasnya pun, saat gadis muda pujaannya mengetahui keadaan Zhang Lang yang sudah buta. Gadis muda itu pergi meninggalkan Zhang Lang seorang diri.
Sebab matanya sudah buta, Zhang Lang akhirnya pun menopang dirinya menjadi pengemis. Jalan-jalan dilewati dengan gelap, bahkan ia tidak bisa melihat lelaki tua yang sudah stres karena pemilu. Meskipun berkali-kali lelaki tua itu memanggilnya, Zhang Lang tidak peduli. Kerena ia sadar, dalam kisahnya yang sebenarnya tidak ada tokoh lelaki tua itu. Adanya cuma istrinya yang baik, gadis muda yang cantik dan Kaisar Giok (Tian).
Sama sekali tidak disangka, Zhang Lang tiba di depan rumah yang pernah menceritakan hidupnya yang beruntung memiliki istri yang sangat baik. Wanita itu membukakan pintu dan melihat suaminya sudah menjadi pengemis, serta tidak bisa mengenalinya kerena sudah buta. Meskipun Zhang Lang telah memperlakukannya dengan buruk, istrinya merasa kasihan kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Ia memasakkan makanan yang lezat dan melayani suaminya dengan baik. Zhang Lang yang terkejut karena keramahan itu kemudian menceritakan nasib buruk yang dialaminya setelah meninggalkan istrinya, serta betapa dirinya merasa sangat menyesal karena tindakan buruknya itu.
Secara spontan, penglihatan Zhang Lang kembali pulih setelah ia menangis saat menceritakan penyesalannya. Dengan penglihatan yang kembali normal, Zhang Lang segera mengenali bahwa istrinya yang sedang duduk di hadapannya. Merasa bingung dan sangat malu, ia memutuskan untuk melompat ke dalam tungku perapian dapur yang masih menyala. Istri Zhang Lang berusaha untuk menyelamatkannya, tetapi hanya salah satu kakinya yang selamat. Bagaimanapun, istri Zhang Lang telah memaafkannya setelah melihat penyesalan Zhang Lang yang begitu mendalam. Ia membuat sebuah kuil kecil di atas tungku dapur sebagai pengingat untuk suaminya. Inilah awal mula pemujaan Dewa Dapur yang sering dilakukan keturunan Tionghua menjelang imlek.
*hingga sekarang, korek api terkadang disebut Kaki Zhang Dan.

Referensi cerita: wikipedia


Bandung, 29 Januari 2014 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar