Rindu Debu Di Catatan Lama

By Unknown - 8:14 pm


Hari ini, hari yang terasa agak berbeda dengan sebelumnya. Blog ini sudah lama sekali tidak dikunjungi oleh pemiliknya. Aku yang biasanya menggambarkan deru kehidupan dalam sebuah tulisan dengan segala keterbatasan dari segi bahasa dan gaya tulisan yang sebenarnya aku sendiri sadar bahwa aku bukan seorang penulis seperti mereka yang menggenggam gelar sarjana sastra atau pun yang berjiwa besar dengan seni-seni tulisan yang dikuasainya. Sudah lama juga aku tidak menulis di blog ini dan ada baiknya juga aku mencoba merangkai sebuah tulisan di tempat yang sepi ini.

Siang yang begitu terik hingga berubah mendung kemudian hujan menyelimuti Kota Banda Aceh. Aku masih tecengang dengan kejadian di rumah cahaya FLP Aceh tadi siang, rasanya seperti aku jauh sekali tertinggal dari harapan-harapan yang selama ini merajai imajinasiku. Seseorang yang mewawancaraiku menanyakan tentang keberadaan blog ini. Sebenarnya aku enggan menjawab keberadaan tempat bertapa ini, karena aku sendiri sudah  meninggalkan blog ini seperti blog-blog lain sebelum aku memilih membuat blog ini sebagai ruang bertapa dari segala nestapa dan deru debu perjuangan. Tidak ada yang lebih dari blog ini selain tempat melepas penat dan jemari ini menari.

Aku yang masih buta dengan FLP hanya bisa cengir ketika ia menanyakan tentang FLP. Setelah aku keluar dari ruangan itu baru aku teringat bahwa ketertarikanku pada FLP adalah bagian sudut situs resminya yang berwarna merah itu, #Indonesia Tanpa JIL. Aku yang anti sekali dengan liberalisme serta pluralismenya ini ingin sekali melawan kebodohan itu. Aku pikir bergabung dan aktif di FLP adalah salah satu cara untuk berdakwah dengan pena dan penggerakan organisasi FLP itu sendiri.

Menjadi penulis adalah cita-cita, sedangkan jihad dan dakwah adalah tujuan dari aku menulis. Tidak ada yang bisa aku lakukan selain menulis, hanya menulis caraku melawan dan bertahan di bawah panji-panji islamiah. Ada beberapa organisasi yang juga bergerak dengan tujuan yang sama, namun aku merasa belum mampu dan belum ada yang bisa aku lakukan selain menulis. Apalagi menenteng senjata atau merakit bom seperti mereka-mereka yang sudah tercantum namanya di DPO Densus 88. Bukannya tidak mau karena takut menjadi DPO, tetapi karena aku tidak mampu dibagian itu. Bila saja karena menulis aku akan jadi DPO selanjutnya, aku sudah siap. Tidak ada yang aku takuti bila itu menurutku benar dan membela agama. Kematian tidak membuat jalanku gemetar.

Dari sudut  perjuangan, hidup bukan sekedar mendengar dengan daun telinga dan melihat dengan bola mata. Ada alasan ketika air mata menetes dan hati bergetar setelah melihat dan mendengar mereka yang dirampas hak miliknya, mereka yang dijadikan tidak berharga, mereka yang tidak mampu bertahan dari kezaliman hidup yang semakin sempit dan mereka yang difitnah dengan segala perjuangannya. Cukup hempasan nafas panjang yang bisa aku terima saat itu, belum ada yang bisa aku lakukan untuk membantu dan menyelamatkan mereka. Tapi bagaimana pun, aku masih punya hak untuk melawan dan menentang ketidakwarasan mereka yang coba runtuhkan agama yang satu-satunya agama di sisi Allah.

Sayang sekali ketika lidahku tidak mampu mengucapkan itu semua ketika wawancara tadi siang, barangkali karena aku kelelahan mencari alamatnya atau entah kenapa, aku tidak punya alasan untuk itu hingga menunjukan “Debu Catatan Lama” kesayanganku ini. Daripada aku menunjukan “Kami Adalah Muslim” yang uraiannya adalah dari copy paste yang kemudian aku edit dengan memajang poin-poin yang menurutku penting saja. Setidaknya blog ini bisa aku tunjukan meski pun tidak ada bacaan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk aku dapat bergabung dalam bagian FLP. 

Hari ini adalah hari dimana aku teringat kembali pada blog kusam yang dipenuhi debu ini..


Banda Aceh, Febuari 2013

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar